Option Paper COMPARATIVE STUDY ON FINANCING NOT-FOR-PROFIT ORGANIZATION ON HIV/AIDS CONTROL PROGRAMS
Wacana model contracting out bagi LSM dalam program penanggulangan HIV dan AIDS, ternyata menjadi topik yang hangat dan menarik untuk didiskusikan. Menjadi angin segar bagi LSM untuk dapat mengakses pendanaan dari pemerintah untuk kegiatan yang berjangka panjang. Selama ini pemerintah telah mengalokasikan pendanaannnya melalui dana bantuan sosial bagi LSM, namun tidak spesifik untuk program dan tidak dapat dipergunakan untuk operasional lembaga, sehingga berakibat pada kelangsungan hidup LSM menjadi tidak stabil. Pengalaman penanggulangan AIDS di Indonesia menunjukkan bahwa pemerintah tidak bisa melakukan semua pelayanan yang diperlukan, apalagi untuk promosi dan pencegahan. Sehingga model mengontrak LSM untuk kerja penanggulangan AIDS menjadi cukup masuk akal.
Oleh: Thareq Barasabha
Hari AIDS Sedunia belum lama berselang. Pada tahun 2014, tema yang dicanangkan oleh UNAIDS, badan dari PBB yang bertugas mengurus masalah penyebaran infeksi HIV dan AIDS, ialah Close The Gap. Makna dari tema ini sangatlah luas. Close the Gap dapat diartikan sebagai mempersempit kesenjangan pengobatan, mempersempit kesenjangan pengetahuan, mempersempit kesenjangan jarak, mempersempit kesenjangan dengan kelompok yang berisiko tinggi tertular HIV, mempersempit kesenjangan dengan ODHA, bahkan mempersempit kesenjangan finansial.
Banyak hal yang dapat dilakukan dalam rangka mempersempit berbagai kesenjangan tersebut. Bisa dengan mengurangi stigma terhadap ODHA, menjadikan tes HIV sebagai pemeriksaan yang umum, menghilangkan mitos bahwa pendidikan seks dan reproduksi adalah tabu, serta menyebarluaskan informasi yang akurat tentang HIV dan AIDS ke masyarakat. Berbagai hal tersebut dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien dengan bantuan sistem telemedika.
Kurniawan Rachmadi
Pada tanggal 30 Desember 2014, Unit Pelayanan Terpadu (UPT) HIV RSCM dan Perhimpunan Dokter Peduli AIDS Indonesia (PDPAI) mengadakan renungan akhir tahun mengenai upaya penanggulangan infeksi HIV & Hepatitis selama tahun 2014 serta harapan di tahun 2015. Renungan ini dihadiri oleh dokter, perawat, tenaga kesehatan lain, rekan-rekan aktifis serta mereka yang peduli pada penanggulangan HIV & Hepatitis. Juga turut hadir staf Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN), pejabat kementerian kesehatan, serta perwakilan organisasi profesi AIDS & Hepatitis. Juga hadir perwakilan dari industri farmasi termasuk perusahaan farmasi nasional Kimia Farma.
Oleh : Dewi Rokhmah
Isue HIV dan AIDS pada Komunitas LSL
Setiap tahunnya di tanggal 1 Desember, seluruh masyarakat dunia mengenal Hari AIDS Sedunia (HAS / World AIDS Day). Cukup beralasanmengapa momen HAS ini menjadi penting, mengingat peningkatan kasus HIV dan AIDS yang cukup menghawatirkan di setiap tahunnya sehingga menjadi isu permasalahan global. Terbukti dalam tujuan Millenium Development Goals 2015, pada tujuan keenam disebutkan adanya upaya penurunan penyakit menular HIV/AIDS. Penyakit ini dengan cepat dapat menyebar ke seluruh dunia (pandemik).
Oleh: Fatmah Afrianty Gobel
Stigma dan diskriminasi telah menjadi hukuman sosial oleh masyarakat di berbagai belahan dunia terhadap pengidap HIV/AIDS yang bisa bermacam-macam bentuknya, antara lain berupa tindakan-tindakan pengasingan, penolakan, diskriminasi, dan penghindaran atas orang yang terinfeksi HIV. Tindakan diskriminasi dan stigmatisasi membuat orang enggan untuk melakukan tes HIV, enggan mengetahui hasil tes mereka, dan tidak berusaha untuk memperoleh perawatan yang semestinya serta cenderung menyembunyikan status penyakitnya. Hal ini semakin memperburuk keadaan, membuat penyakit yang tadinya dapat dikendalikan menjadi semacam “hukuman mati” bagi para pengidapnya dan membuat penyakit ini makin meluas penyebarannya secara terselubung.
Stigma dan diskrimansi terhadap ODHA merupakan tantangan yang bila tidak teratasi, potensial untuk menjadi penghambat upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Diskriminasi yang dialami ODHA baik pada unit pelayanan kesehatan, tempat kerja, lingkungan keluarga maupun di masyarakat umum harus menjadi prioritas upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Oleh sebab itu perlu dukungan dan perberdayaan kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS) sebagai mitra kerja yang efektif dan mahasiswa sebagai kelompok yang potensial dalam mengurangi stigma dan diskriminasi (Komisi Penanggulangan AIDS, 2007).
© 2024 Kebijakan AIDS Indonesia