Detik, 29 Oktober 2014
Jakarta, Penggunaan obat dan antibiotik secara berlebihan membuat bakteri dan virus beberapa penyakit menjadi resistan. Hal tersebut terjadi pada tuberkulosis (TB) yang kini menjadi ancaman baru bagi dunia kesehatan.
Kekhawatiran pun muncul dari obat Anti Retroviral (ARV) yang dikonsumsi para pengidap HIV. Karena harus dikonsumsi terus-menerus, akankah muncul virus HIV baru yang resistan terhadap ARV?
dr Budiarto, Deputy Country Director dari Clinton Health Access Initiative (CHIA) mengatakan bahwa memang ada beberapa kekhawatiran soal hal tersebut. Hanya saja, sampai saat ini belum ditemukan adanya virus HIV jenis baru yang resistan terhadap ARV.
"Hingga saat ini belum ada kasus resistansi terhadap ARV ya. Belum ada penelitiannya. Namun kita lihat di Afrika saja yang 6 juta orang konsumsi ARV tiap hari belum ada kasus yang resistan," tutur dr Budiarto dalam diskusi Test and Treat HIV-AIDS di @america, Pacific Place, Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta Selatan, dan ditulis Rabu (29/10/2014).
Dilanjutkan dr Budi bahwa ada alasan lain mengapa obat ARV tak membuat virus menjadi resistan. Dengan metode Fixed-dose Combination (FDC) membuat ARV sebagai obat yang kompleks.
Dengan FDC, terdapat 3 zat yang ada di dalam obat tersebut. Hal ini menyebabkan virus sulit menyerap komponen zat ARV yang akhirnya membuat virus menjadi resistan terhadap obat tersebut.
"Karena itu, kadar virus dalam tubuh tetap terjaga dalam jumlah yang sekecil-kecilnya selama 24 jam," sambungnya lagi.
Ia pun kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak panik dan putus asa ketika mengetahui dirinya terjangkit HIV. Jika langsung diobati dan mendapat penanganan yang tepat, virus tidak akan berkembang dan pengidap HIV tetap dapat menjalankan hidupnya seperti biasa.
"Jika ditangani dengan tepat, HIV bukan akhir segalanya. Pengidap HIV masih bisa hidup layaknya orang lain," sambungnya lagi.
Sumber: Detik