Reportase Diskusi Kultural, 22 Juni 2016
Serial diskusi kultural pada Bulan Juni ini diselenggarakan atas kerjasama Tim Kebijakan AIDS PKMK FK UGM dengan CD Bethesda, mengambil tema tentang Pengobatan Tradisional Terhadap Kasus HIV dan AIDS. Diskusi diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2016, diikuti oleh peserta dari LSM, dinas kesehatan, dan KPA Kota Yogyakarta, dan KPA Propinsi. Ada dua narasumber yang memaparkan materi yakni Priambodo, S.Farm., Apt. dari CD Bethesda tentang perpektif pengobatan tradisional dalam mengatasi efek samping pengobatan ARV, serta dr. Yanri Wijayanti Subronto, Ph.D, Sp.PD. yang memaparkan pengobatan HIV dari perspektif medis.
Diskusi ini sangat menarik karena ada dua perspektif yang keduanya bertujuan untuk mengatasi efek samping pengobatan ARV. Paparan pertama yang disampaikan oleh CD Bethesda menjelaskan bahwa efektifitas pengobatan tradisional dibuktikan secara turun temurun. Obat tradisional bisa menjadi penunjang dari obat ARV untuk mempercepat perbaikan kondisi tubuh ODHA dan mengatasi efek samping yang ditimbulkan dari mengkonsumsi ARV setiap hari. Obat tradisional merupakan salah satu pelayanan kesehatan tradisional dalam klasifikasi ramuan. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan, pelayanan kesehatan tradisional ramuan antara lain terdiri dari ramuan tradisional (jamu), gurah, tabib, shinshe, aromatherapis, dan sejenisnya. Di Indonesia potensi bahan untuk pengembangan obat tradisional sangat besar. Sebagian besar tanaman sebagai bahan dasar obat tradisional mudah didapati di Indonesia. Beberapa efek samping dari pengobatan ARV seperti rasa mual dapat diminimalisir dengan ramuan tradisional.
Sementara itu pada paparan yang kedua, secara singkat dr. Yanri menjelaskan bahwa secara umum semua jenis obat adalah racun. Pengobatan HIV memang secara medis telah teruji secara medis dan klinis, sehingga memang dari sisi kemanfaatannya sangat teruji. Kalaupun muncul efek samping merupakan hal yang biasa yang dialami oleh pasien yang sedang menjalani terapi, namun hal ini dapat diatasi. Sementara itu dalam penggunaan obat yang dikonsumsi seara bersamaan semisal ARV dengan ramuan tradisional, yang memungkinkan untuk terjadinya interaksi perlu dikaji lebih lanjut. Dangan kajian iniakan dapat ditentukan jenis obat yang merupakan main medicine, serta obat dengan jenis suplemen atau komplementer saja.
Diakhir diskusi moderator memberikan kesimpulan bahwa, pengobatan tradisional secara turun temurun telah diakui kemanfatannya, namun demikian untuk menjadikan obat tradisioanl sebagai main medicine perlu kajian yang lebih jauh. Saat ini kajian dan penelitian tentang obat tradisional masih sangat terbatas, oleh karenanya perlu didorong penelitian terkait pengobatan tradisional ini. (SS)