Suasana Diskusi Hari 1Diskusi  penjaringan ‘gagasan’ untuk perbaikan Pedoman Pelaksanaan (Manlak) Jaminan Kesehatan Nasional  Tahun 2014 yang diselenggarakan oleh PKMK FK UGM pada hari Selasa, 3 Juni 2014,  dihadiri oleh perwakilan dari berbagai stakeholder meliputi KPA Provinsi DIY, RSUD Kota Yogyakarta, BPJS Cabang Yogyakarta, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia,  Komunitas  ODHA,  dan Subdit P2PL Kemenkes yang diwakili Pak Trijoko (teleconference).  Beberapa isu pokok yang menjadi perhatian peserta diskusi terkait dengan Manlak Jaminan Kesatan Nasional ini meliputi berbagai isu berikut:

A.  Isu Kepesertaan (BAB III Peserta dan Kepesertaan)

Marginalisasi populasi kunci menjadi topik perbicangan peserta yang perlu dielaborasi dan diakomodasi yang lebih jelas dalam Manlak Jaminan Kesehatan.  Pada ketentuan Umum (point 7 dan 8).

Point 7:  Menteri Sosial berwewenang menetapkan data kepesertaan PBI. Selama seseorang ditetapkan sebagi peserta PBI, maka yang bersangkutan berhak mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan dalam JKN.

Klausul ini mengandung multitafsir yang dapat merugikan kelompok-kelompok yang termarjinalkan terutama adalah orang-orangmigrant (pendatang), identitasnya sudah habis masa berlakunya, atau bahkan tanpa identitas. Juga kelompok-kelompok yang terlantar (penderita ODHA) yang mendapatkan stigmatisasi sosial.  Klausul tersebut perlu dikoreksi dan diperbaiki rumusannya, sehingga dapat mengakomodasi kepentingan semua kelompok.

Hal ini sebenarnya diperkuat pada point 8, yang menyatakan : sampai ada pengaturan lebih lanjut oleh pemerintah tentang jaminan kesehatan bagi penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PKMS) maka gelandangan, pengemis, orang terlantar, dan lain-lain menjadi tanggungjawab pemerintah daerah.  Demikian juga untuk penghuni panti-panti sosial serta penghuni Rutan/lapas yang miskin dan tidak mampu.

Pasal 8 tersebut, bagi pemerintah dengan komitmen yang kuat tidak akan menjadi masalah, tetapi jika tidak mendapatkan rumusan yang “menjamin” dengan jelas, karena seperti pasal 34, UUD 45 fakir miskin dan orang terlantar ini dijamin oleh Negara, maka ketegasan jaminan terhadap komunitas miskin, dan terlantar ini berpotensi untuk tidak diakomodir.

Mekanisme Penetapan Kriteria Miskin dan Pendataan PBI (Permensos 146 tahun 2013), kriteria miskin yang dirumuskan oleh Permensos 146 ini juga rentan untuk mengalami penyempitan hanya kepada kelompok miskin dan tidak mampu yangtelah terdaftar saja.Bagaimana dengan orang-orang migran yang tidak terdaftar? Hal ini perlu dipertimbangkan, karena banyak orang-orang yang miskin dan terlantar tapi tidak terdaftar secara territorial (geografis).

B.  Isu Layanan Kesehatan (BAB IV) 

  1. Pelayanan kesehatan bagi peserta penderita HIV & AIDS, TB, Malaria, dan Korban Narkotika yang memerlukan rehabilitasi medis yang pelayanannya dilakukan di faskes lanjutan tetap dapat diklaimkan sesuai tariff INA-CBGs, sedangkan obatnya menggunakan Obat Program.  (INA BCGs hanya berlaku untuk RS, yang menjadi masalah dalam konteks jangka panjang adalah bagaimana dengan obat ARV misalkan, apakah bisa masuk dalam JKN? Mengacu pada obat-obat ARV yang ada dalam daftar E-catalog (Fornas) masih dalam kategori layanan tingkat II dan III).
  2. Layanan Obat (penyalahgunaan Obat/Narkoba) perlu direvisi (juga PerPresnya) yang dapat mendiskriminasikan ODHA kelompok Penasun. Perlu perluasan target dari penerima obat-obat untuk para pencandu, LSL dan LBT.  Maka Perlu operasionalisasi dari ketentuan bahwa pecandu itu bisa diklaim pelayanan mediknya.
  3. Diagnostik untuk test HIV, CD4+ dan Viral Load masuk dalam tanggungan UKM (unit Kesehatan Masyarakat), JKN melayani yang pribadi. Sejauhmana ketersediaan dan jaminan untuk keberlansungan CD4 dan Viral Load?
  4. Obat ARV: Obat  (B20 kode untuk  ODHA) = layanan obat yang masuk layanan INA CBGs , yang masuk formularium nasional adalah obat generic).  Bagaimana dengan perawatan emergency dan long term? Kalau penyakit diabetis masuk dalam longterm care, seharusnya AIDS juga bisa masuk ke skema JKN karena merupakan penyakit kronis. 
  5. Upaya preventifdan promotif seharusnya menjadi tanggungan pemerintah sementara upaya kuratif dicover oleh BPJS.

C.  Dana INA –CBGs berlaku khusus di RS sedangkan di Puskesmas dengan dana kapitasi  (strateginya promosi besar-besaran, supaya pola hidup sehat menjadi kesadaran  masyarakat)

Dari hasil perbincangan dalam forum diskusi ini, disepakati beberapa hal yang menjadi rekomendasi perbaikan dari Draft Manlak Program JKN, yaitu :

  1. Nomor identitas peserta JKN perlu diintegrasikan dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan)  yang setelah dewasa menjadi e – KTP, sehingga mempunyai nomor identitas tunggal.
  2. Perlu mengintegrasikan pengobatan ODHA (ARV, Tes CD4 dan Viral Load) dalam JKN sehingga memperluas akses dan menjamin keberlangsungan pengobatan bagi ODHA.
  3. Permudah akses untuk mendapatkan kartu identitas serta perlu adanya pilihan pendaftaran berbasis kelompok dari populasi kunci dan mekanisme pengganti orang terlantaruntuk bisa mengakses BPJS bagi yang belum mempunyai kartu identitas.