Kerjasama Kementerian Kesehatan RI dengan PKMK FK UGM

Prosedur pengobatan pada LKBLayanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) sebagai sebuah strategi yang berpusat pada pemanfaat layanan (kelompok yang terdampak oleh HIV dan AIDS) telah dilaksanakan dalam beberapa waktu. Strategi LKB  dilakukan dengan mengembangkan jejaring dan koordinasi yang sinergis antar berbagai simpul-simpul layanan HIV dan AIDS di sebuah wilayah. Sejauh ini belum pernah dilakukan sebuah kajian untuk melihat berbagai kemajuan, hambatan, tantangan dan potensi pelaksanaan LKB di tingkat lapangan. Penelitian operasional ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai hambatan dalam prosedur layanan pengobatan di dalam kerangka LKB, mengembangkan alternatif pemecahannya dan menilai kelayakan atas alternatif pemecahan masalah untuk memperkuat penerapan strategi LKB di Kota Yogyakarta dan Kota Semarang.

Permasalahan utama dalam pelaksanaan LKB di kedua kota adalah (1) ketidakjelasan disain integrasi strategi LKB ke dalam pelayanan yang tersedia, (2) ketidaksiapan fasyankes yang ditunjuk sebagai simpul-simpul jaringan LKB (puskesmas dan rumah sakit rujukan) khususnya tenaga kesehatannya dan (3) lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan di tingkat kota seperti LSM, Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), dinas kesehatan, dan Komisi Penanggulangan AIDS Daerah. Ketiga permasalahan dasar ini pada akhirnya dinilai menjadi penyebab belum optimalnya layanan HIV dan AIDS di masing-masing kota. Hal ini tampak pada rendahnya cakupan untuk layanan VCT, PITC, pengobatan dan perawatan IMS dan layanan terapi ARV.

Berbagai faktor yang menghambat efektivitas pelaksanaan strategi LKB pada dasarnya terkait dengan konsep pelibatan (engagement) dan kepemilikan (ownership)  dari pemangku kepentingan lokal terhadap inisiatif yang dilakukan oleh pusat (Kementerian Kesehatan) tersebut. Dua permasalahan dasar tersebut menjadi fokus untuk mengembangkan dua alternatif intervensi untuk memperkuat pelaksanaan LKB di dua kota tersebut. Dua intervensi untuk menyikapi permasalahan keterlibatan dan kepemilikan terhadap penerapan strategi LKB di kedua kota adalah dengan (1) mengaktifkan mekanisme koordinasi yang kurang berjalan selama ini sebagai media untuk ‘mengungkit’ pelibatan dan kepemilikan yang lebih besar terhadap penerapan LKB ini. (2) melakukan pelatihan tentang prosedur pengobatan dan perawatan bagi staf layanan di fasyankes, LSM/KDS atau kader kesehatan sebagai bentuk upaya untuk meningkatkan keterlibatan dan tanggung jawab dari staf layanan.

Dua intervensi alternatif untuk penguatan pelaksanaan strategi LKB di kedua kota secara umum telah mampu memperkuat implementasi strategi LKB dalam meningkatkan cakupan, aksesibilitas dan kualitas layanan seperti telah ditunjukkan dalam hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan alternatif tersebut dimana:

  1. Telah terjadi peningkatan cakupan layanan VCT, PITC dan IMS di fasyankes dengan variasi perubahan cakupan di masing-masing fasyankes.
  2. Reformulasi pada kebijakan penting dalam pelaksanaan layanan HIV dan IMS (mekanisme rujukan dan jam layanan) dan komitmen serta kepemilikan yang lebih besar dari fasyankes dan pemangku kepentingan LKB lainnya (KDS, LSM, Kader) untuk mendukung dan mengintensifkan layanan VCT, PITC dan IMS di masing-masing fasyankes.
  3. Telah terjadi peningkatan kapasitas petugas fasyankes dan pemangku kepentingan lain (KDS, LSM dan Kader) karena pelatihan yang telah mereka peroleh dinilai telah memberikan penyegaran kembali dan penguatan atas pengetahuan yang mereka miliki dan telah menjadi rujukan di dalam memberikan pelayanan bahkan telah mendorong untuk menyediakan layanan yang selama ini belum diberikan (VCT  di puskesmas)
  4. Pasien yang telah memanfaatkan layanan kesehatan di fasyankes yang ada dalam jaringan LKB di kedua kota menilai bahwa layanan yang disediakan oleh fasyankes yang telah mereka kunjungi dalam 3 bulan terakhir memiliki kualitas yang relatif baik.

Berdasarkan hasil penelitian operasional di dua kota tersebut, beberapa rekomendasi yang perlu diperhatikan oleh pemerintah khususnya Kementerian Kesehatan untuk memperkuat penerapan LKB di daerah-daerah lain adalah sebagai berikut:

  1. Kementerian kesehatan perlu memberikan penekanan yang lebih besar pada aspek pelibatan simpul-simpul layanan dari jaringan pelayanan yang berkesinambungan dan komprehensif. Hal ini bisa dilakukan dengan mendorong kepada daerah (dinas kesehatan dan KPAD) untuk mengembangkan sistem koordinasi yang lebih kuat yang tidak hanya berfokus pada intervensi tertentu saja tetapi harus mencakup semua layanan yang ada di dalam continuum of care agar bisa menunjukkan keterkaitan, posisi dan peran masing-masing pihak dalam penanggulangan AIDS di daerah itu.
  2. Kementerian Kesehatan harus bersedia melepaskan wewenang administratif dalam penanggulangan AIDS (perencanaan, pembiayaan, pengelolaan SDM/logistif dan informasi strategis) untuk diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai sebagai program daerah. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan pada daerah untuk menentukan profil epidemik dan menentukan respon yang diperlukan dengan mengacu pada rencana program AIDS nasional yang telah ditentukan oleh KPAN termasuk Kemenkes.
  3. Secara teknis berberapa hal yang perlu diperhatikan dalam implementasi strategi LKB adalah sebagai berikut:
    1. Pada tingkat layanan, pelaksanaan koordinasi tidak hanya dalam bentuk pertemuan tapi lebih pada adanya komunikasi aktif antar layanan agar terjadi sharing sumber daya, sumber data dan ketrampilan di tingkat pelayanan. Komunikasi aktif ini membuka ruang agar layanan dapat menyampaikan kendala dihadapi, kebutuhan yang diperlukan serta memungkinkan layanan melakukan inovasi-inovasi program.
    2. Dinas Kesehatan sebagai focal point LKB perlu mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan LKB dalam pertemuan koordinasi antar bidang dalam dinas kesehatan untuk sinkronisasi program.
    3. Dinas kesehatan dan KPAD perlu secara terbuka melakukan sosialisasi hasil kesepakatan koordinasi yang dituangkan dalam kesepakatan dinas kesehatan dan rumah sakit dalam upaya penangulangan HIV dan AIDS sebuah wilayah.
    4. Dinas kesehatan, KPAD dan rumah sakit perlu melakukan monitoring dan evaluasi secara rutin terhadap implementasi strategi LKB di wilayahnya untuk melihat perkembangan atau hambatan dalam melaksanakan kerja saja diantara para pemangku kepentingan.