Oleh : M. Suharni

Refleksi HAS 2015Satu  Desember di peringati sebagai hari AIDS sedunia. Tema peringatan HAS 2015 di Indonesia adalah Perilaku Sehat. Momen hari AIDS ini menarik untuk membahas  upaya penanggulangan HIV dan AIDS dalam rangka ending AIDS 2030 dan berefleksi apa yang sudah dilakukan untuk mencapainya.  Sudah banyak upaya penanggulangan yang dilakukan oleh banyak pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah dengan berbagai kebijakan dan  program,  masyarakat sipil,  sektor swasta dan berbagai upaya yang dilakukan oleh mitra pembangunan internasional.

Sebagai bahan refleksi tentang apa yang telah dilakukan dalam upaya penanggulangan HIV dan AIDS,  kita pakai laporan kajian paruh waktu pelaksanaan  SRAN 2010-2014 yang juga digunakan sebagai bahan  penyusunan SRAN 2015-2019. Kajian ini  menyimpulkan bahwa, walaupun ada penguatan kebijakan dan program, namun demikian efektifitas pelaksanaan SRAN 2010-2014 untuk mencapai target dampak epidemi ternyata belum sepenuhnya memenuhi harapan. Cakupan pengobatan pada tahun 2012 baru 17% dari perkiraan ODHA yang membutuhkan pengobatan, penggunaan kondom secara konsisten pada WPSL dan pelanggannya masih belum optimal (di bawah 60%), cakupan PPIA 14-16% (walaupun meningkat, tapi masih dibawah 20%), serta cakupan pengobatan pada anak hanya 15%. Prevalensi HIV pada beberapa Populasi Kunci belum menunjukkan penurunan, kecuali pada penasun dan WPSTL. Sementara itu, prevalensi HIV pada LSL meningkat dua kali lipat. Demikian juga dengan pendanaan yang ditargetkan 70% pendanaan HIV dan AIDS dari sumber domestik pada tahun 2014 tampaknya belum tercapai. Lebih dari 50% pendanaan masih bersumber dari luar negeri[1]. Kalau melihat hasil kajian tersebut maka tantangan upaya penanggulangan HIV dan AIDS masih cukup berat. Sehingga perlu usaha yang sungguh-sungguh dari semua pihak agar target mengakhiri AIDS 2030 tercapai. 

Penentu Kebijakan

Pemerintah melalui Kemenkes telah membuat peta jalan yang  merupakan upaya percepatan (fast track) program menuju getting to zero tahun 2030 melalui  inisiatif  yang dikenal sebagai 90-90-90. Sejalan dengan itu  Kementerian Kesehatan juga melaksakan  Program Indonesia Sehat dengan  Paradigma Sehat. Paradigma sehat menyasar pada  penentu kebijakan pada lintas sektor, untuk  memperhatikan dampak kesehatan dari kebijakan yang diambil baik di hulu maupun di hilir.

Penentu kebijakan sangat berperan dalam keberhasilan upaya penanggulangan HIV dan AIDS karena dengan kekuasaan dan kepentingan yang mereka miliki program dapat berjalan atau tidak. Konkritnya penentu kebijakan upaya penanggulangan HIV dan AIDS  yang mempunyai kekuasan tinggi perlu didorong agar kepentingannya juga tinggi sehingga keberpihakan pada progam penanggulangan HIV dan AIDS meningkat dan nyata.  Kita ambil contoh DPRD yang mempunyai peran dan fungsi legislasi dan penganggaran.  DPRD mempunyai kekuasaan tinggi karena secara normatif memiliki kekuasaan politik untuk menyetujui atau mengesahkan anggaran yang diusulkan oleh pemerintah. Pada kenyataannya seringkali usulan pendanaan penanggulangan HIV dan AIDS di daerah tidak disetujui oleh DPRD. Akibatnya program HIV dan AIDS tidak bisa berjalan dengan baik[2] dan menjadi hambatan untuk mencapai ending AIDS 2030.  

Semua bertidak untuk berperilaku sehat

Pengendalian HIV dan AIDS   perlu  melibatkan berbagai pihak, baik lintas program, lintas sektor dan  juga sangat penting adalah keterlibatan keluarga, komunitas serta seluruh masyarakat. Pelibatan mereka dalam penanggulangan HIV dan AIDS  harus pula disertai dengan tindakan nyata untuk berperilaku sehat.  Perilaku sehat tidak cukup hanya perilaku pribadi,  tetapi perlu dibangun perilaku sehat dalam arti luas yang meliputi  relasi struktural,  kelembagaan dan lingkungan.  Di tingkat individu perilaku sehat ini bisa dimulai  dari perubahan mindset tentang perilaku sehat dan perilaku mencari sehat.   Sedangkan ditingkat struktural atau organisasi  dimulai dengan penciptaan sistem keluarga dan lembaga/organisasi yang sehat, seperti yang di sarankan oleh Scott, et,al (2003) bahwa  mengelola budaya organisasi adalah hal yang esensial dalam upaya reformasi sistem kesehatan[3]. Program  menyangkut perilaku hidup sehat populasi kunci dan ODHA, pengembangan lembaga pencegahan AIDS yang berbudaya sehat perlu menjadi bagian dari program penanggulangan HIV dan AIDS dengan harapan mempercepat upaya peningkatan produktivitas dan  derajat hidup ODHA.

Uraian ringkas diatas memberikan sedikit refleksi tentang pentingnya peran penentu kebijakan yang berkekuasaan tinggi didorong agar kepentingannya terhadap upaya penanggulangan AIDS   juga semakin tinggi serta perlunya tindakan nyata untuk berperilaku sehat.  Semoga prilaku sehat yang menjadi tema HAS tahun ini tidak sebatas slogan.   Selamat Hari AIDS 2015.


[1] LIhat Hasil Kajian Paruh Waktu SRAN 2010-2014, dalam Draft SRAN 2015 – 2019 KPAN.
[2] PKMK .2015. Integrasi Upaya Penanggulangan HIV dan AIDS ke dalam Sistem Kesehatan.
[3] Scott T, Mannion R, Davies HT, Marshall MN Implementing culture change in health care: theory and practice. Int J Qual Health Care. 2003 Apr;15(2):111-8.