Senin, 24 Maret 2014
Oleh: Sisilya Oktaviana Bolilanga
Hari pertama kursus terintegrasi tatap muka dan online diawali dengan gambaran pelatihan selama 5 hari ke depan. Tujuan kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan pembekalan kepada para peneliti universitas mengenai metodologi penelitian yang akan dilakukan, termasuk konsep penelitian, desain penelitian, metode pengumpulan data serta analisis data. Keberagaman latar belakang profesi dan pengalaman peneliti lokal yang terlibat dalam penelitian ini cukup bervariasi, untuk itu dirasa perlu menyamakan persepsi tentang analisis kebijakan dan bagaimana itu dilakukan. Keluaran akhir yang diharapkan dari pembelajaran ini ialah terbentuknya para ahli analisis kebijakan HIV dan AIDS. Hal ini cukup strategis dilakukan untuk meningkatkan peran para akademisi dari perguruan tinggi sebagai aktor kunci untuk memperbaiki kebijakan-kebijakan kesehatan agar menjadi lebih baik degan melakukan advokasi kebijakan publik AIDS di daerah. Terkait juga dengan komponen ketiga Tridharma Universitas yaitu pengabdian masyarakat.
Sebagai pengantar singkat mengenai kursus terintegrasi tatap muka dan online menjadi solusi terkini untuk menjangkau daerah sulit di Indonesia dalam penyebaran / transfer ilmu pengetahuan melalui pelatihan dengan pemanfaatan media internet. Metode ini sangat efisien dari dana dana dan waktu, dan peserta juga dituntut untuk belajar mandiri melalui akses webinar. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) telah menggagas dan mengembangkan pembelajaran jarak jauh ini dengan metode blended learning, yang menggabungkan antara tatap muka dan web-based e learning. Tidak hanya untuk kebijakan AIDS dan sistem kesehatan, pembelajaran jarak jauh juga dilakukan pada isu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Fraud dalam Jaringan Kesehatan Nasional (JKN) dan sebagainya.
Pemaparan modul mengenai Sistem Kesehatan dan Desentralisasi Politik yang disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro dari PKMK FK UGM, diawali dengan identifikasi berbagai peran pemerintah dalam sistem kesehatan, baik peran regulasi, pembiayaan, pelaksanaan kegiatan kesehatan, dan pengembangan SDM dan sumber daya lain berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional (SKN). Selain itu pada awal tahun 2014 juga muncul pelaku baru dalam SKN yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang badan hukum publik yang bertanggung jawab kepada Presiden. Pembagian peran dalam SKN dengan hadirnya BPJS ialah pembiayaan upaya preventif dan promotif dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI, sedangkan upaya kuratif dibiayai oleh BPJS Kesehatan.
Modul 2 yang disampaikan pada hari pertama tatap muka ini disampaikan oleh Dwi Handono dari PKMK FK UGM. Modul 2 mengulas mengenai Organisasi Sistem Kesehatan dan Pembiayaan Kesehatan. Selama 15 tahun era desentralisasi di Indonesia dianggap tidak berhasil menyeimbangkan fasilitas kesehatan dan sumber daya kesehatan antar daerah. Terdapat tiga hal utama yang dititikberatkan pemateri, yaitu (1) pemerintah daerah belum memberikan perhatian besar terhadap sektor kesehatan, (2) politik di daerah (otonomi) mengakibatkan kekacauan pembiayaan dan manajemen kesehatan di daerah, dan (3) pemerintah pusat belum maksimal mengelola kesehatan secara desentralisasi. Analisa ini menyimpulkan penyakit AIDS tidak mendapat manfaat dari kebijakan desentralisasi karena implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) justru memperburuk ketidakadilan geografis. Selain itu, kebijakan desentralisasi di sektor kesehatan merupakan masalah teknis yang cukup rumit. Hal ini diperburuk dengan aspek politik daerah, psikologis, dan problem penyaluran dana pusat. Untuk itu penataan Sistem Kesehatan Daerah (SKD) setelah adanya SKN 2012 dapat diatur secara khusus sesuai kemampuan daerah bagaimana mengimplementasikan sistem penanggulangan HIV dan AIDS di daerah.