Oleh: I Kadek Mulyawan, MPH
Dinas Kesehatan Kota Mataram

Pendahuluan

I Kadek Mulyawan, MPHAIDS yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang tertular HIV dan 25 juta telah meninggal akibat AIDS, sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV sekitar 35 juta. Di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dengan menyebabkan kematian sebanyak 300 ribu orang pada tahun 2007. Di Indonesia, sudah dapat dikatakan memasuki tahap epidemi terkonsentrasi karena prevalensi HIV mulai konstan diatas 5 % pada populasi kunci seperti pada pekerja seks, LSL, waria dan pengguna napza suntik.

Data Kementerian Kesehatan RI sampai dengan Maret 2013 mencatat bahwa jumlah kasus HIV sebanyak 103.759 orang dan kasus AIDS sebanyak 43.347 orang dengan kematian karena AIDS sebanyak 8.288 orang. Persentase infeksi HIV-AIDS tertinggi pada kelompok umur 25- 49 tahun dan faktor risiko tertinggi terjadi pada penularan HIV melalui hubungan seksual berisiko pada heteroseksual. Demikian juga di Kota Mataram yang juga merupakan ibukota Propinsi NTB, Dinas Kesehatan Kota Mataram mencatat bahwa dari tahun 2001 – Juni 2014 ditemukan kasus HIV sebanyak 142 orang dan kasus AIDS sebanyak 135 orang dengan kematian akibat AIDS sebanyak 92 orang.

Berbagai upaya telah dilakukan dalam rangka melaksanakan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS yang lebih terarah, terpadu dan komprehensif untuk mencapai Millenium Development Goals.Target yang ditetapkan dalam MDGs adalah mengendalikan penyebaran HIV-AIDS dan menurunkan kasus baru pada tahun 2015 dengan indikator :

  1. Prevalensi HIV <0,5 % pada kelompok umur 15-24 tahun.
  2. Penggunaan kondom pada hubungan seksual berisiko pada mereka yang berumur 15 – 24 tahun sebesar 50 %.
  3. Proporsi kelompok umur 15 – 24 tahun yang mempunyai pengetahuan komprehensif dan benar tentang HIV-AIDS sebesar 95%.
  4. Proporsi orang dengan HIV lanjut yang mengakses terhadap pengobatan ARV sebesar 80 %.

Untuk itu pengetahuan HIV-AIDS secara komprehensif dan benar di masyarakat menjadi indikator yang sangat penting. Dengan demikian masyarakat diharapkan mampu mengenali stigma dan diskriminasi yang ada di masyarakat dan bagaimana cara menguranginya.

Pelaksanaan Pemberdayaan Masyarakat dalam Layanan Komprehensif HIV Berkesinambungan (LKB)

Dalam Deklarasi Alma Atta pada tahun 1978 menekankan bahwa hak dan kewajiban masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan dan implementasi program kesehatan. Partisipasi masyarakat yang kuat merupakan elemen kunci kesuksesan program. Konsep ini diakui dapat menjadi cara untuk mencapai perawatan kesehatan yang adil. Sesuai dengan tujuan pengendalian HIV di Indonesia yaitu menurunkan angka kesakitan, kematian dan diskriminasi serta meningkatkan kualitas hidup ODHA maka diperlukan upaya pengendalian dan layanan HIV secara komprehensif.

Masyarakat merupakan sekelompok orang yang memiliki kesamaan dan keinginan untuk bertindak bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sehingga keterlibatan masyarakat menjadi sangatlah penting dalam mempertimbangkan kebutuhan yang diperlukan untuk bertindak demi kepentingan bersama. Kaitannya dengan HIV adalah faktor risiko yang menjadi faktor kunci dalam mempengaruhi masyarakat. Pendekatan yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pendekatan “akar rumput”, yakni menggali potensi yang ada di masyarakat untuk mengelola aspek-aspek penting yang ada di masyarakat sehingga nantinya dapat menjadi mitra kerja bagi layanan kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah. Masyarakat yang dimobilisasi adalah mereka yang memahami kerentanan terhadap HIV, termotivasi untuk bertindak, memiliki pengetahuan praktis untuk menurunkan kerentanan dan bertindak menggunakan sumber daya sendiri. Partisipasi masyarakat secara nyata dalam meningkatkan layanan kesehatan dan kualitas hidup Odha melalui layanan komprehensif HIV berkesinambungan difasilitasi oleh kader sebagai penggeraknya.

Layanan komprehensif adalah upaya yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang mencakup semua bentuk layanan HIV dan IMS, misalnya kegiatan KIE pengetahuan komprehensif, promosi penggunaan kondom, pengendalian faktor risiko dan layanan Konseling Tes HIV (KTH). Sedangkan layanan yang berkesinambungan adalah pemberian layanan HIV secara paripurna sejak dari rumah/komunitas sampai ke fasilitas kesehatan (puskesmas dan rumah sakit) dan kembali lagi ke rumah/komunitas.

Pelaksanaan penanggulangan HIV-AIDS di Kota Mataram sesuai dengan Permendagri No 20 Tahun 2007, Pemenkes RI No 21 Tahun 2013 dan juga SK Walikota Mataram No 191/II/2013 tentang pembentukan Satuan Tugas Penanggulangan AIDS di Kota Mataram. Satuan Tugas yang dibentuk ini mulai dari tingkat kecamatan hingga di kelurahan. Peranan masyarakat dalam kegiatan LKB ini adalah melakukan upaya peningkatan pengetahuan komprehensif dan mengurangi stigma dan diskriminasi, melakukan penilaian faktor risiko, melakukan promosi upaya pencegahan, meningkatkan akses layanan kesehatan dan mendukung pelaksanaan perawatan dukungan dan pengobatan.

Sebelum dibentuknya Satuan tugas ini terlebih dahulu dilakukan kegiatan focus group discussion di tingkat kecamatan. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Camat selaku pemangku kepentingan ditingkat kecamatan. Peserta kegiatan terdiri dari unsur kecamatan dan kelurahan. Adapun hasil dari kegiatan FGD tersebut menyepakati beberapa hal yakni :

  1. Membangun dan memobilisasi Kader Peduli AIDS (KPA) sebagai mitra kerja Petugas Lapangan
  2. Intervensi dilakukan melalui pendekatan Desa Siaga yang sudah ada di masing-masing kelurahan
  3. Intervensi Pemberdayaan Masyarakat melalui Kader Peduli AIDS akan memperkuat sistem yang sudah ada.

Selanjutnya dilakukan pelatihan bagi Satgas Penanggulangan AIDS tingkat kecamatan yang terdiri dari unsur kecamatan dan petugas promkes di puskesmas. Pelatihan LKB juga dilakukan bagi petugas puskesmas dan kader yang sudah ditunjuk. Di Kota Mataram puskesmas yang dilatih LKB sebanyak 5 Puskesmas yaitu Puskesmas Ampenan, Puskesmas Dasan Agung, Puskesmas Pagesangan, Puskesmas Cakranegara dan Puskesmas Karang Taliwang. Petugas puskesmas yang dilatih terdiri dari Dokter puskesmas, Bidan, Perawat, Tenaga Analis dan Petugas Promkes. Dan kader yang dilibatkan dalam kegiatan ini sebanyak 10 orang kader setiap puskesmas. Kader LKB merupakan orang yang secara sukarela dan tulus serta berperan aktif dalam upaya pengendalian HIV di masyarakat.

Hasil yang dicapai saat ini adalah kader LKB di Kota Mataram telah mampu melakukan analisis situasi dan melakukan pemetaan sosial di masing-masing wilayah kerjanya. Mereka telah mampu menentukan titik-titik hotspot dan menganalisis populasi kunci di wilayah kerjanya. Bekerjasama dengan petugas penjangkau lapangan dari LSM dan petugas puskesmas LKB, mereka melakukan kegiatan mobile service KTH. Kader LKB aktif dalam memberikan informasi dan edukasi yang benar kepada masyarakat terkait dengan isu pengendalian HIV melalui Layanan Komprehensif Berkesinambungan dan menggerakkan masyarakat dalam memanfaatkan layanan kesehatan yang ada. Kegiatan pencatatan dan pendokumentasian setiap kegiatan menjadi hal yang sangat penting bagi kader, karena hal tersebut akan menjadi bahan evaluasi kegiatan kader. Pertemuan monitoring dan evaluasi kader LKB dilakukan secara berkala di setiap puskesmas. Kegiatan ini bertujuan untuk mengevaluasi seberapa jauh capaian yang telah diperoleh oleh kader di masing-masing wilayah kerjanya. Misalnya seberapa banyak kegiatan sosialisasi yang telah dilakukan di masyarakat, seberapa banyak kader mampu melakukan pendampingan kepada populasi kunci untuk mendapatkan layanan kesehatan. Hasil-hasil tersebut nantinya menjadi bahan perbaikan untuk perencanaan kegiatan yang akan datang.

Tantangan yang dirasakan saat ini adalah dengan makin berkembangnya dunia teknologi dan informasi sehingga memudahkan masyarakat dalam mengakses situs-situs yang berbau pornografi. Dan Kota Mataram sebagai Ibukota Propinsi NTB menjadi barometer perkembangan pembangunan ekonomi dan pendidikan, terbukti dengan makin banyaknya pembangunan hotel dan losmen serta kost-kostan yang disinyalir merupakan faktor risiko untuk terjadinya penularan HIV. Sejauh ini belum ada suatu peraturan yang ditetapkan dalam mengatur ketertiban ditempat-tempat umum tersebut. Selain itu menjaga semangat dan komitmen kader peduli AIDS (KPA) untuk tetap memiliki kepedulian dan loyalitas terhadap keberlangsungan upaya penanggulangan HIV-AIDS sangatlah penting. Sehingga perlu keterlibatan pemangku kepentingan dalam memobilisasi Kader Peduli AIDS (KPA) untuk melakukan penyebarluasan informasi HIV-AIDS yang benar secara komprehensif kepada masyarakat sebagai upaya menghapus stigma dan diskrimiasi HIV di masyarakat.

Penutup

Masyarakat menjadi bagian yang sangat penting dalam program penanggulangan HIV-AIDS, dengan makin seringnya dilibatkan dalam setiap kegiatan penanggulangan HIV diharapkan mampu meningkatkan kemandirian dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi.

Daftar Bacaan

  1. Laporan Perkembangan HIV-AIDS Triwulan I Tahun 2013, Dirjen P3PL Kementerian Kesehatan RI
  2. Laporan Eksekutif Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Mataram tahun 2013.
  3. Laporan Tahunan Dinas Kesehatan Kota Mataram Tahun 2013.
  4. Pedoman Penerapan Layanan Komprehensif HIV-IMS Berkesinambungan, Kementerian Kesehatan RI, 2012
  5. Pedoman Program Pencegahan HIV Melalui Transmisi Seksual,Komisi Penanggulangan AIDS Nasional, 2010
Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID