Oleh : Ign. Praptoraharjo
Pengantar
Dalam lima tahun terakhir ini penularan HIV melalui hubungan seksual yang tidak aman kembali menjadi faktor risiko yang utama baik secara heteroseksual maupun homoseksual. Kebijakan penanggulangan AIDS di Indonesia pun dititikberatkan untuk mengendalikan penularan HIV melalui program pencegahan penularan HIV melalui transmisi seksual (PMTS). Pilar PMTS dikembangkan baik secara struktural dengan mendorong terbangunnya lingkungan yang kondusif maupun pada tingkat individual melalui komunikasi perubahan perilaku. Dua fokus program tersebut dilengkapi dengan adanya akses yang lebih besar utuk pemeriksaan infeksi menular seksual dan terjaminnya pasokan kondom. Meskipun demikian ada satu tingkat yang belum disikapi dengan jelas dalam kebijakan itu yaitu pada tingkat dyad (pasangan) dimana hubungan seksual ini pada dasarnya merupakan interaksi antar dua orang yang dengan motif-motif tertentu menentukan bagaimana bentuk hubungan seksual yang dijalaninya.
Oleh: Eviana Hapsari Dewi
Beberapa fakta global mengenai anak[1] dan HIV yang diungkapkan oleh UNAIDS, terdapat kurang lebih 3,2 juta anak hidup dengan HIV; 240 ribu anak terinfeksi baru; 190 ribu anak meninggal karena AIDS; 660 anak terinfeksi HIV setiap harinya; 530 anak meninggal karena AIDS setiap harinya dan baru 24% anak dengan HIV yang mendapatkan terapi ARV.[2] Di Indonesia, data dari Kemenkes RI Triwulan I Tahun 2015, anak yang terinfeksi HIV yang dilaporkan menurut kelompok umur dari tahun 2010 hingga 2014 cenderung mengalami kenaikan. Jumlah anak yang terinfeksi pada tahun 2010 sebanyak 795 anak, kemudian pada tahun 2013 mencapai 1075 anak dan pada tahun 2014 mencapai hingga 1388 anak.[3] Sebenarnya upaya penghentian infeksi baru pada anak telah menjadi prioritas bagi UNAIDS dan mitra-mitranya. Pada tahun 2011 diluncurkan Global Plan towards the elimination of new HIVinfections among children by 2015 and keepingtheir mothers alive. Salah satu strategi dalam mewujudkan rencana global ini adalah melalui penguatan pada sektor pendidikan.
Oleh : Ign.Praptoraharjo
Satu isu sangat strategis dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang secara langsung mencerminkan upaya untuk mewujudkan keadilan dan pemerataan kesejahteraan secara nasional adalah perlindungan sosial (Social Protection) yang tampak pada tujuan 1.3: Implement nationally appropriate social protection systems and measures for all, including floors, and by 2030 achieve substantial coverage of the poor and the vulnerable.Perlindungan sosial pada dasarnya adalah semua upaya yang diarahkan untuk menyediakan pendapatan atau konsumsi kepada kelompok miskin, melindungi kerentanan terhadap berbagai risiko yang berpengaruh terhadap kesejahteraannya, dan memperkuat status dan hak sosial dari kelompok yang termarginalisasi. Tujuan dari perlindungan sosial pada dasarnya adalah mengurangi kerentanan sosial dan ekonomi kelompok miskin dan termarginalisasi[1]. Di Indonesia, upaya untuk mewujudkan perlindungan sosial ini bisa dilihat dengan diberlakukannya UU no 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang bertujuan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi masyarakat Indonesia melalui jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
© 2024 Kebijakan AIDS Indonesia