Sondang Ratnauli Sianturi, MSN, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Saint Carolus Jakarta.
Indonesia dan beberapa negara menyekapati kriteria keberhasilan pembangunan pada Goal 6, tentang HIV dan AIDS. Pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia dan bukanlah semata-mata tugas pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Dewasa ini, laju perkembangan epidemi HIV/AIDS di Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Tenggara. Masalah HIV/AIDS ini menjadi fokus pada 8 sasaran pembangunan milenium dan masalah kesehatan HIV/AIDS dan Narkoba sampai saat ini masih menjangkau anak muda. Data kasus HIV/AIDS sampai Juli 2014 dari Departemen Kesehatan yaitu sebanyak 35341 penderita muda , dan rasio penderita terbanyak berada pada usia 20-29 tahun yaitu 17941 (Ditjen PPM PL DepKes RI, 2014) Data ini menunjukkan bahwa anak muda masih menjadi sasaran yang penting, karena dilihat dari sifat perkembangan dari remaja dan dewasa muda itu sendiri. Jumlah terbanyak yang dialami oleh anak muda ini disebabkan oleh adanya penggunaan melalui jarum suntik tidak steril, yang digunakan secara bersamaan oleh para pengguna narkoba kaum muda dan juga kasus heteroseksual. Selain itu juga karena kurangnya informasi dan pemahaman kaum muda terhadap gender dan kesehatan reproduksi yang dapat menjadi pintu masuk utama dan memiliki resiko untuk terinfeksi HIV/AIDS.
Dengan banyaknya penderita HIV/AIDS dari kalangan anak muda maka sebaiknya penanganan HIV/AIDS pun mengarah kepada kaum muda yang berusia antara 20 sampai 29 tahun. Upaya penanggulangan yang komprehensif perlu dilakukan dengan melibatkan semua sector yang terkait. Diantaranya masyarakat muda yang diwakili kelompok-kelompok peduli AIDS. Sehingga kegiatan berjalan maksimal dan kasus dapat ditekan.
Program pencegahan masalah HIV/AIDS ini perlu segera dilakukan secara bersama-sama mulai dari tingkat terbawah yaitu keluarga sampai pada tingkat pusat yaitu kebijakan. Selama ini organisasi menjangkau anak-anak muda yang berada di tatanan pendidikan (sekolah) dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan di sekolah, sedangkan masih banyak anak muda yang tidak bersekolah dan hanya ada di rumah. Hal ini perlu dicermati bersama. Pada program puskesmas terdapat program kesehatan peduli remaja dimana ditujukan dan dapat menjangkau remaja dan menghargai remaja. Program ini melakukan pendidikan dan juga konseling dengan konselor sebaya. Tetapi pada pelaksanaannya program ini tidak terlalu efektif. Oleh karena itu perlu adanya kegiatan atau program yang dapat menjangkau anak-anak muda yang tidak bersekolah. Hal ini dapat dilakukan dengan memberdayakan anak muda dalam bentuk karang taruna yang ada di wilayah masing-masing.
Karang taruna merupakan salah satu perangkat yang ada di wilayah daerah untuk menjangkau anak-anak muda. Karang Taruna didirikan dengan tujuan memberikan pembinaan kepada para remaja. Hal ini karena generasi muda adalah bagian dari penduduk Indonesia yang sangat potensial dan memiliki sumbangan teramat besar bagi perkembangan masa depan dunia. Namun permasalahan sosial yang dihadapi generasi muda pada saat ini tetap menjadi permasalahan yang tidak pernah habis-habisnya dibicarakan.( Sri Mulyani, 2010)[1].
Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS berbasis masyarakat, merupakan isu penting yang harus segera dilaksanakan dengan melibatkan puskesmas, keluarga, dan Karang Taruna. Pencegahan melalui pemberdayaan generasi muda melalui karang taruna di setiap wilayah diharapkan dapat mengurangi angka kemungkinan terkena HIV/AIDS dan perilaku menyimpang dari anak muda itu sendiri. Oleh karena itu penting sekali dibuat kebijakan yang dimulai dari tingkat bawah yaitu edukasi dan pelatihan pada generasi muda karang taruna.
[1] Sri Mulyani, Studi Penguatan Organisasi Karang Taruna dalam Upaya Memberdayakan Generasi Muda di Bogor (Studi Kasus di Kelurahan Tengah, Kecamatan Cibinong, Bogor, 2010).