Diskusi kultural kembali diselenggarakan pada tanggal 14 Juli 2017 setelah sebelumnya absen pada bulan Juni 2017. Pada kesempatan ini, Tim dari Siklus Indonesia berkesempatan untuk membagikan pengalamannya terkait dengan pelaksanaan Program Unala yang merupakan satu model layanan kesehatan reproduksi pada remaja yang ada di Yogyakarta. Dalam paparannya, Siklus Indonesia menyampaikan sebuah inisiatif pemenuhan akses layanan kesehatan ramah remaja dengan pelibatan sektor swasta di Yogyakarta. Program Unala mempunyai peran yang cukup signifikan terkait dengan akses pengetahuan dan layanan kesehatan reproduksi untuk remaja (15-24 tahun). Sejak tahun 2013, Program Unala telah banyak dipromosikan melalui media sosial.

Bagi program Unala, tantangan yang dialami selama ini terkait dengan akses ke layanan kesehatan reproduksi yang ramah remaja, antara lain masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap remaja dengan persoalan kesehatan reproduksinya, masih terbatasnya sumber informasi yang benar dan komprehensif, terbatasnya jam buka (jam operasional) layanan yang kadang-kadang kurang sesuai dengan dinamika para remaja. Pada sisi yang lain sumber daya petugas layanan yang mampu melayani kebutuhan remaja masih terbatas. Hal-hal tersebut antara lain yang kemudian menjadi latar belakang dari Program Unala dengan tujuan untuk mendukung peningkatan kesehatan reproduksi di kelompok umur remaja (15-24 tahun) di Yogyakarta, menjadi model layanan kespro bagi remaja di sektor swasta, meningkatkan akses terhadap informasi dan konseling kesehatan reproduksi remaja dan meningkatkan penggunaan layanan kesehatan reproduksi remaja.

Strategi program yang diterapkan pada dasarnya merupakan Social Franchising dimana strategi ini memungkinkan membentuk jejaring layanan kesehatan, karena strategi ini merupakan gabungan antara metode komersial franchising dengan konsep memberikan manfaat sosial. Harapannya akan mampu memperkuat sebagian dari layanan yang sudah ada dan akan ada jejaring layanan kespro yang ramah remaja oleh dokter umum yang terlatih. Selama ini Unala telah berjejaring dengan beberapa dokter obsgyn, puskesmas, klinik swasta, rumah sakit dan biro psikologi. Selain itu, untuk mempromosikan dan mensosialisasikan layanan ini, Unala juga bekerja sama dengan beberapa kafe, organisasi keagamaan remaja agar bisa menjaring lebih banyak remaja lagi.

Layanan yang diberikan di klinik Unala selama ini gratis atau dengan voucher yang telah dibagikan. Layanan yang disediakan meliputi: konseling kesehatan remaja umum, kesehatan seksual dan reproduksi yang berkualitas, pemeriksaan fisik (jika perlu), dan layanan rujukan ke laboratorium dan dokter spesialis jejaring Unala. Dari layanan konseling selama ini, kasus yang ditemui cukup bervariasi mulai dari bullying di sekolah, stress menghadapi skripsi dan ujian pendadaran, sakit di organ reproduksi, kekerasan dalam pacaran, galau dalam memilih pendidikan tingkat lanjut, tekanan keluarga tentang pemilihan pekerjaan, dan persoalan calon suami.

Melengkapi paparan yang disampaikan Siklus Indonesia, salah satu peserta membagikan informasi terkait dengan layanan kesehatan reproduksi yang ada di PKBI DIY. Di PKBI DIY skema rujukan yang berlaku adalah sebagai berikut : setiap kasus yang dirujuk ke PKBI DIY, apabila terdapat kasus hukum maka akan melibatkan LBH untuk pendampingan lebih lanjut. Apabila kasus menyangkut disabilitas, maka akan dirujuk ke LSM SAPDA. Untuk pemberian informasi mengenai kesehatan reproduksi, PKBI DIY melakukannya melalui sekolah-sekolah. Dan para tenaga medis (dokter) yang terlibat dalam klinik PKBI lebih banyak berasal dari RSP Sardjito.

Sesi diskusi dalam pertemuan ini diawali dengan pertanyaan, apakah Unala selama ini telah melakukan pemberian informasi kesehatan reproduksi kepada remaja disabilitas dan apakah pernah Unala menjangkau ke SLB? Disampaikan pula bahwa dalam melakukan pendampingan ke kelompok remaja, salah satunya dengan mendatangi ke sekolah-sekolah dan mencoba membangun relasi dengan kepala sekolah yang bersangkutan terkait dengan layanan konseling kepada siswa. Pertanyaan ini ditanggapi oleh pemateri bahwa Unala pernah menjangkau remaja disabilitas melalui PP Aisyiyah, kespro untuk disabilitas. Sedangkan penjangkauan ke sekolah-sekolah masih terbatas pada sekolah reguler dan yang dekat dengan dokter Unala.

Diskusi lain yang muncul dalam sesi ini antara lain: apakah Unala bisa diakses juga oleh remaja waria? Lalu mengenai rentang usia yang dipersyaratkan untuk dapat mengakses layanan dalam Program Unala, rentang 15-24 tahun merupakan usia SMA. Padahal masa remaja sebenarnya sudah dimulai semenjak masa SMP. Dan ada kecenderungan bahwa remaja dengan usia SMP ini enggan untuk mengakses layanan, kalaupun iya masih didampingi oleh orang tuanya atau orang dewasa lainnya. Dengan demikian, apakah tidak sebaiknya pemberian informasi kesehatan reproduksi dimulai sejak usia dini? ( )

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID