Tinjauan Respon Sektor Komunitas terhadap HIV dan AIDSAda konsensus umum bahwa organisasi masyarakat sipil (OMS), organisasi berbasis komunitas (OBK) serta organisasi berbasis agama memiliki peranan yang penting dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Berbagai literatur telah menunjukkan bahwa organisasi kemasyarakatan atau biasa disebut dengan sektor komunitas ini memiliki ragam kelebihan yang membuatnya strategis untuk mengatasi permasalahan HIV dan AIDS, antara lain kemampuannya untuk responsif terhadap kebutuhan kelompok masyarakat yang marjinal, fleksibilitasnya yang tinggi, serta SDMnya yang berkomitmen dan bersedia melakukan tugas-tugasnya secara sukarela. Dengan berbagai kekuatan ini, sektor komunitas bisa sangat berkontribusi dalam mempercepat pencapaian tujuan penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

Akan tetapi, sejumlah evaluasi juga menunjukkan adanya indikasi bahwa sektor komunitas belum bisa secara maksimal berperan karena keterbatasan-keterbatasan yang dimilikinya, seperti kurangnya keterlibatan mereka dalam merancang pendekatan dalam intervensi yang harus mereka lakukan, akuntabilitasnya yang lebih kepada donor daripada kepada konstituennya, serta konflik prioritas karena harus melakukan berbagai proyek demi memastikan keberlangsungan organisasi mereka dari segi pendanaan.

Di satu sisi, telah ada upaya-upaya untuk mengatasi masalah ini seperti didirikannya berbagai jaringan populasi kunci untuk pengembangan jejaring, serta berbagai kegiatan pengembangan kapasitas. Namun di sisi lain, meskipun upaya-upaya penguatan sektor komunitas ini telah dilakukan dan sudah ada keterlibatan dari berbagai pihak dalam penanggulangan HIV dan AIDS, jumlah kasus HIV di Indonesia masih terus bertambah. Masih sedikit bukti tentang peran-peran yang telah dilakukan oleh sektor komunitas dan seberapa efektif peran-peran itu dijalankannya, sehingga belum ada strategi yang komprehensif untuk memperkuat peran sektor komunitas agar bisa berkontribusi secara signifikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan secara sistematik tentang peran sektor komunitas serta efektifitas dari kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, dan menghasilkan suatu rekomendasi strategis untuk memaksimalkan kontribusi sektor komunitas dalam penanggulangan HIV dan AIDS di Indonesia.

Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan disain potong lintang (cross-sectional) dan telah melibatkan 48 OMS/OBK yang ada di 12 provinsi di Indonesia, yaitu di Sumatra Utara, Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Papua Barat dan Papua. Sebagai pembanding, informasi juga dikumpulkan dari 28 informan yang mewakili berbagai pemangku kepentingan di tingkat nasional serta melalui web survey (88 responden). Untuk mendapatkan gambaran sektor komunitas yang lebih mendalam, di 7 provinsi telah diadakan diskusi terarah dengan para pemangku kepentingan di tingkat daerah serta perwakilan populasi kunci sebagai penerima manfaat program. Secara total ada 65 pemangku kepentingan daerah dan 65 perwakilan populasi kunci yang telah dilibatkan di 7 daerah ini. Terakhir, semua data yang didapatkan divalidasi melalui diskusi terarah di tingkat nasional, melibatkan 24 informan sebagai perwakilan dari setiap provinsi yang menjadi lokasi penelitian.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, beberapa temuan kunci dari penelitian ini adalah:

  1. Peran sektor komunitas dalam penanggulangan HIV dan AIDS adalah peran penyediaan layanan, pendidikan komunitas, dan advokasi. Ketiga peran ini berjalan secara bersamaan namun peran penyediaan layananlah yang paling dominan, yaitu melalui kegiatan pencegahan serta pengobatan, dukungan dan perawatan khususnya pada populasi kunci. Peran advokasi dan pendidikan komunitas dilakukan lebih untuk menunjang peran penyediaan layanan.
  2. Secara umum sektor komunitas belum menunjukkan kontribusi yang optimal dalam pencapaian hasil. Dalam peran layanan, keterpaparan program untuk beberapa populasi kunci di beberapa daerah sudah baik, namun tingkat perubahan perilaku dan kepatuhan terhadap pengobatan masih rendah. Peran advokasi belum secara efektif dimainkan karena tidak selalu merespon hambatan-hambatan yang ada dan biasanya hanya sebatas tingkat institusi sehingga terbatas pengaruhnya. Hasil peran pendidikan juga belum efektif karena masih belum berkontribusi optimal dalam peningkatan pengetahuan komprehensif.

Ketidakmampuan sektor komunitas untuk menjalankan perannya secara optimal ini dipengaruhi oleh kapasitas institusi dan konteks dimana sektor komunitas bekerja. Ada pergeseran dari peran awal yang membuat mereka strategis untuk berkontribusi secara signifikan dalam penanggulangan HIV dan AIDS, sehingga perlu ada strategi untuk mengembalikan peran-peran ideal ini:

  1. MPI, KPA dan stakeholder lain perlu mendorong sektor komunitas untuk melakukan peran secara komprehensif yaitu tidak terbatas pada penyediaan layanan tetapi juga melalui advokasi dan pendidikan komunitas. Ini bisa dilakukan melalui investasi yang berimbang baik dalam bentuk pengembangan kapasitas maupun pengalokasian dana.
  2. MPI perlu memberikan kesempatan kepada sektor komunitas untuk melakukan desain dan pengembangan programnya sendiri sehingga sektor komunitas tetap bisa responsif terhadap kebutuhan konstituennya. Hal ini bisa dicapai melalui dialog yang bersifat setara antara MPI dan pemerintah dengan sektor komunitas. Selain itu, strategi untuk menyediakan ‘dana awal’ (seed money) secara berkelanjutan merupakan cara untuk mendorong sektor komunitas untuk menghindari kepentingan pragmatis yang pada akhirnya mengabaikan kepentingan konsituennya.
  3. Sektor komunitas perlu lebih inklusif dalam mewakili kepentingan kelompok marjinal dan bukan terbatas pada populasi tertentu saja. Ini bisa dilakukan dengan memperkuat ideologi pembelaan kepada kelompok marjinal. Pada saat yang sama, MPI perlu merubah pendekatannya dari yang mendorong sektor komunitas untuk fokus kepada populasi kunci tertentu menjadi fokus ke rentang layanan. Dengan demikian maka sektor komunitas bisa menjaga fleksibilitasnya sehingga tidak dibatasi target populasi dan peran yang ditentukan.
  4. MPI perlu merubah desain implementasi programnya yang menciptakan adanya hirarki antar OMS/OBK. Dengan demikian relasi antar OMS/OBK bisa kembali menjadi setara dan sektor komunitas bisa lebih membangun situasi dimana mereka memiliki solidaritas dalam upaya untuk penanggulangan HIV dan AIDS di wilayahnya.
  5. Pemerintah daerah perlu segera memikirkan mekanisme pendanaan bagi sektor komunitas, dimana salah satu mekanisme yang potensial adalah melalui skema contracting out. Di saat yang sama, sektor komunitas juga perlu memastikan kapasitas organisasionalnya agar dapat menangkap peluang ke depan serta menghasilkan layanan yang berkualitas kepada pemanfaatnya.

 

Silakan download laporan lengkap dari Penelitian tersebut.

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID