Detik News, 21 Oktober 2014

Demo ODHABandung - Sekitar 100 orang dari berbagai elemen masyarakat yang peduli HIV AIDS dengan dikoordinir Jaringan Aksi Perubahan Indonesia (JAPI) melakukan aksi damai di depan halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Selasa (21/10/2014). Mereka mendesak pemerintah untuk menolak perjanjian dengan WTO (World Trade Organization) terkait obat-obatan yang dinilai merugikan Indonesia.

Dalam aksinya, massa membawa keranda yang bertuliskan 'Tolak WTO - Korban Obat Mahal'. Selain itu sejumlah poter pun dibawa dengan tulisan antara lain 'Waduk Tah Obat Mahal teh sabab nagara urang geus bisa nyieun obat sorangan' dan 'Tolak WTO dan Trip's demi keadilan kesehatan bagi seluruh rakyat'.


http://www.manajemen-pelayanankesehatan.net/papua/components/com_jce/editor/tiny_mce/plugins/article/img/readmore.png);">

Di antara para peserta aksi, ada yang dipasangi topeng wajah Jokowi dan Jusuf Kalla yang baru saja dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.

"Menurut data Kementrian Kesehatan, hingga Juni 2014 jumlah kasus HIV sebanyak 142.961 kasus dan AIDS sebanyak 55.623 kasus. Sedangkan jumlah ODHA yang telah mendapatkan pengobatan ARV (Anto Retroviral Virus) sebanyak 43.677 orang. Berarti baru 31 ODHA yang telah menggantungkan hidupnya pada ARV," ujar Dion Nuryadi, Koordinator JAPI Jabar dalam pernyataan sikapnya.

Indonesia sebagai salahsatu dari 157 negara yang menandatangani perjanjian dengan WTO telah mengikat pemerintah untuk membayar paten yang berakibat pada mahalnya ARV dan obat-obatan esensial seperti obat kanker, jantung, lupus, leukemia, hepatitis dan penyakit kronis lainnya.

Dengan perjanjian dengan WTO terkait hak kekayaan intelektual yang tertuang pada klausul Trips (The Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights) yang katanya melindungi hak cipta inilah yang membuat Indonesia bahkan tidak bisa memproduksi obat-obatan mahal yang masih dilindungi oleh paten.

"JAPI menuntut pemerintah agar memproduksi ARV dalam negeri serta berani melawan WTO dalam klausal Trips yang menyulitkan pemerintah Indonesia memproduksi obat generik karena hak paten WTO bersifat mengikat bagi negara anggotanya. Ini penting menyangkut hak kesehatan rakyat serta ketersedian obat murah di Indonesia," tuturnya.

Melalui aksi ini JAPI menuntut pemerintah yang saat ini dipimpin Jokowi untuk melihat persoalan orang sakit sebagai persoalan kemanusiaan dan menolak persoalan kemanusiaan dibawa ke ranah kapitalisme dan monopoli dagang.

"Meningkatkan pilihan obat ARV serta obat-obatan esensial lainnya agar dapat diproduksi dalam negeri dan harganya terjangkau masyarakat," jelas Dion. (tya/ern)

Tya Eka Yulianti

Sumber: Detik News

Sriwijaya Post, 21 Oktober 2014

Pengunjuk rasa dari PKBI dan JAPI yang menggelar aksi damai di halaman Sekretariat DPRD Sumsel Jalan POM IX Palembang, Selasa (21/10/2014). SRIPOKU.COM/WELLY HADINATA SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Berdasarkan data yang dimiliki Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sumsel, jumlah penderita infeksi HIV dan AIDS di Sumsel terus bertambah setiap tahunnya.

"Sampai saat ini penderita HIV dan AIDS terus meningkat setiap tahunnya. Di Sumsel secara kumulatif dari tahun 1995 sampai Agustus 2014, kasus infeksi HIV ada 1.055 penderita dan penderita AIDS ada 809 orang," ujar Amirul Husni, Direktur PKBI Sumsel setelah aksi damainya diterima anggota DPRD Sumsel, Selasa (21/10/2014).

Oleh: Ni Komang Yuni Rahyani
Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Kebidanan

Pendahuluan

Ni Komang Yuni RahyaniPrevalensi HIV/AIDS di Bali sampai saat ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, hal itu dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa Bali termasuk dalam peringkat lima besar HIV/AIDS di Indonesia setelah Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Data kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari April 1997 sampai Maret 2014 sebesar 134,042 dan 54,231 orang, jumlah orang meninggal akibat HIV/AIDS sebanyak 9,615 orang. Faktor risiko tertinggi penyebab HIV/AIDS adalah heteroseksual sebesar 32,990 orang, sisanya akibat Intravenous Drug Users/IDU dan transmisi perinatal (8,411 dan 1,446), tidak diketahui sebesar 9,530. Faktor homo-biseksual dan transfusi darah juga menyumbangkan penularan HIV/AIDS cukup tinggi, yaitu sebesar 1,291 dan 126 orang. Data yang cukup mengejutkan adalah kumulatif kasus AIDS pada remaja berusia antara 15-19 tahun sangat tinggi, yaitu sebanyak 1.702 orang, pada usia antara 20-19 tahun sebanyak 17.941 orang, dan pada usia antara 30-39 tahun sebesar 15.278 orang.

 

Oleh: I Kadek Mulyawan, MPH
Dinas Kesehatan Kota Mataram

Pendahuluan

I Kadek Mulyawan, MPHAIDS yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang tertular HIV dan 25 juta telah meninggal akibat AIDS, sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV sekitar 35 juta. Di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dengan menyebabkan kematian sebanyak 300 ribu orang pada tahun 2007. Di Indonesia, sudah dapat dikatakan memasuki tahap epidemi terkonsentrasi karena prevalensi HIV mulai konstan diatas 5 % pada populasi kunci seperti pada pekerja seks, LSL, waria dan pengguna napza suntik.

All Africa, 20 October 2014

Uganda failing in demand for Aids drugs. Photo: FUNDSFORNGOS Despite a remarkable increase in access to HIV treatment over the last decade, the number of people in need of antiretroviral drugs in Uganda continues to outpace the response.

Between 2011 and 2013, the number of antiretroviral therapy recipients has risen by 75 per cent from 329,060 to 577,000. However, over the same period, the number of people living with HIV also rose from 1.2 million to 1.6 million.

Supported by

AusAID