Waspada Online, 26 Oktober 2014

BANDA ACEH - Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah prihatin terhadap meningkatnya kasus AIDS di Aceh.

Menurut gubernur, maraknya kasus AIDS belakangan ini di Aceh merupakan bencana sosial yang harus ditanggapi segera secara bijak oleh seluruh elemen masyarakat Aceh.

Untuk membendung semakin tingginya kasus AIDS ini, Gubernur menginstruksikan harus segera dilakukan langkah kongkrit sebagai upaya pencegahan yang berbasis keagamaan, sosial dan kesehatan.

Gubernur menghimbau kepada seluruh Pemerintah kabupaten/kota agar segera mencetuskan program keagamaan seperti pengajian (beut) ba'da maghrib.

Kaltim Post, 26 Oktober 2014

SANGATTA – Penyebaran virus human immunodeficiency virus (HIV) dan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kian mengkhawatirkan. Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kutim, pada September lalu mencatat lima orang teridentifikasi mengidap HIV/AIDS.

Penyakit AIDS merupakan penyakit yang timbul sebagai dampak perkembangbiakan virus HIV di dalam tubuh manusia. Virus HIV menyerang sel darah putih (sel CD4). Sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Akibatnya hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh atau sistem imun tubuh. Berdampak pada mudahnya si penderita terjangkit berbagai macam penyakit, termasuk penyakit ringan. Seperti halnya, infeksi penyakit oportunistik, yang mana virus ini merusak otak dan sistem saraf pusat si penderita.

Fajar Online, 24 Oktober 2014

IlustrasiFAJARONLINE–Jangan memandang enteng orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Kendati mengidap penyakit mematikan, namun mereka juga tetap survive, salah satunya dengan membuka usaha kecil-kecilan.
Salah satu usaha yang dikembangkan adalah konveksi baju, membuat stiker, dan memproduksi pin. Kendati hasilnya tak banyak, namun dianggap bisa membantu operasional Home Base Carea (HBC) Ballatta, tempat bernaung pada korban narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (Napza) dan ODHA.

Detik, 29 Oktober 2014

HIV/AIDSJakarta, Penggunaan obat dan antibiotik secara berlebihan membuat bakteri dan virus beberapa penyakit menjadi resistan. Hal tersebut terjadi pada tuberkulosis (TB) yang kini menjadi ancaman baru bagi dunia kesehatan.

Kekhawatiran pun muncul dari obat Anti Retroviral (ARV) yang dikonsumsi para pengidap HIV. Karena harus dikonsumsi terus-menerus, akankah muncul virus HIV baru yang resistan terhadap ARV?

dr Budiarto, Deputy Country Director dari Clinton Health Access Initiative (CHIA) mengatakan bahwa memang ada beberapa kekhawatiran soal hal tersebut. Hanya saja, sampai saat ini belum ditemukan adanya virus HIV jenis baru yang resistan terhadap ARV.

Detik, Rabu 29 Oktober 2014

Ilustrasi | ThinkstockJakarta, Pemberian obat Anti Retroviral (ARV) biasanya dilakukan kepada pengidap HIV yang kadar CD4 di bawah normal. Namun penelitian terbaru menemukan bahwa jika ARV diberikan sejak awal tanpa pilih-pilih, maka risiko penularan HIV dapat menurun secara signifikan.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa dengan ART (Anti Retroviral Therapy), angka penularan kasus HIV baru tur‎un hingga 96 persen," tutur dr M Karyana, MPH, dari Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, dalam diskusi Test and Treat HIV-AIDS di @america, Pacific Place, Kawasan Niaga Terpadu Sudirman, Jakarta Selatan, seperti ditulis Rabu (29/10/2014).

Supported by

AusAID