Lusaka Times, 19 October 2014

Red RibbonDirector for Policy and Planning at the National Aids Council (NAC) says although projections show that Zambia's HIV/AIDS prevalence rate has reduced from 14 to 12.7% more needs to be done.

Elizabeth Mvula said despite positive strides recorded in the fight against the pandemic the situation still remains worrying.

This is contained in a press statement availed to ZANIS in Lusaka yesterday by First Secretary for Press at Zambian embassy to Brazil Patson Chilemba.

Ms Mvula said this while leading a delegation involving officials from NAC and the civil society on a project themed "Strengthening of the National Strategic plan for HIV/AIDS" in Brasilia ,Brazil.

Tempo, 19 Oktober 2014

TEMPO/Seto WardhanaTEMPO.CO, Jenewa - Senior Fund Portfolio Manager High Impact Asia Department Global Fund, Gail Steckley, mengatakan pemerintah Indonesia bergandeng tangan dengan kalangan swasta menjadi mitra Global Fund dalam menjalankan program penanganan AIDS, TB, dan malaria di Indonesia. Berkaitan dengan masalah ini, Global Fund untuk penanganan AIDS, tuberculosis (TB), dan malaria meminta presiden terpilih Joko Widodo menambah anggaran untuk penanganan tiga jenis penyakit itu.

Gail menyatakan ihwal perlunya peningkatan anggaran itu pada pelatihan yang berfokus pada isu hak asasi manusia untuk orang hidup bersama HIV-AIDS, penanganan malaria di Asia Tenggara, dan tuberkulosis. Pelatihan diikuti sejumlah jurnalis dan ahli dari Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika di kantor Global Fund di Jenewa, Swiss, Rabu-Kamis, 15-16 Oktober 2014. (Baca: ODHA Sambut Obat ARV Buatan Indonesia)

Oleh: Siradj Okta
dipresentasikan dalam Fornas V, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, Bandung, 24-25 September 2014

Pendahuluan

Forensik HIV Presentasi Fornas V JKKI BandungSecara global, eksistensi kriminalisasi penularan HIV diakui memberi disinsentif pada strategi penanggulangan AIDS. Faktanya, studi tahun 2013 terhadap 18 Undang-Undang dan 4 Peraturan Daerah menunjukkan adanya kriminalisasi terkait penularan HIV di Indonesia, disamping adanya pasal penganiayaan dalam kitab undang-undang hukum pidana yang representatif terhadap penularan HIV. Sebagai hukum positif, kriminalisasi memiki keniscayaan konsekuensi pembuktian. Tanpa forensik HIV, pengadilan tidak dapat membuktikan bahwa penularan terjadi dari terdakwa kepada korban. Namun, forensik HIV seperti pemanfaatan phylogenetic analysis memerlukan standar yang ekstensif agar memiliki kualifikasi pembuktian di pengadilan. Tulisan ini bertujuan menemukan perimbangan kebutuhan forensik HIV dalam fora kebijakan AIDS nasional dan politik hukum pidana.

Oleh: Shanti Rizkiani[1]Sudirman Natsir[1], Eka Sari Ridwan[2], , Sitti Salmah[2]
dipresentasikan pada Fornas V Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia, Bandung, 24-25 September 2014

Pendahuluan

Makassar | indonesia.traverBerdasarkan Perpres 75 tahun 2006, Komisi Penanggulangan AIDS dibentuk untuk melakukan koordinasi yang intensif, menyeluruh dan terpadu terhadap penanggulangan AIDS. Dalam menjalankan fungsinya maka KPA Nasional dibantu KPA Provinsi yang berada di setiap provinsi seluruh Indonesia, termasuk di Sulsel. Dinas Kesehatan Sulsel melaporkan bahwa hingga Juni 2014, kasus HIV-AIDS di propinsi ini adalah 8.233 kasus. Peningkatan kasus dari tahun ke tahun mengharuskan KPA Provinsi Sulsel bersinergi lebih baik dengan perangkat daerah di propinsi dan  kabupaten/kota.

Metode Penelitian

Diskusi kelompok terarah (DKT) diikuti oleh perwakilan KPA dan SKPD tingkat provinsi maupun kota. Data yang diperoleh dari DKT dianalisas secara tematik (thematic analysis).

matawanita.com Rabu, 8 Oktober 2014

Ilustrasi | GoogleMataWanita.com - Sejumlah ilmuwan mengatakan pandemi AIDS pertama kali muncul tahun 1920-an di kota Kinshasa, yang sekarang menjadi Republik Demokratik Kongo.

Para ilmuwan yang tergabung dalam sebuah tim internasional mengatakan adanya "gempuran" pertumbuhan penduduk, seks dan kemajuan transportasi berupa rel kereta api memungkinkan virus HIV menyebar.
 
Teori arkeologi penyakit menular digunakan untuk menemukan asal muasal pandemi, lapor tim dalam jurnal Science.
Mereka menggunakan beberapa sampel arsip kode genetik HIV untuk melacak sumbernya, dengan bukti yang menunjuk ke era 1920-an di kota Kinshasa.

Supported by

AusAID