Oleh: M. Suharni

Ilustrasi | flaticon.comPengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan   salah satu subsistem dalam sistem kesehatan nasional. Kegiatan ini sangat penting untuk  menunjang kinerja penyediaan layanan kesehatan di fasilitas kesehatan, seperti di rumah sakit, puskesmas dan klinik agar mampu memberikan layanan yang optimal  sesuai kebutuhan pasien. Kegiatan pengelolaan ini bertujuan antara lain agar ketersediaan barang, obat-obatan dan alat kesehatan yang diperlukan tersedia dalam jumlah dan waktu  yang tepat dengan kualitas yang memadai. 

Pengelolaan  perbekalan farmasi dan alat kesehatan juga bertujuan untuk pengamanan dalam artian agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan yang tidak wajar lainnya. Selain itu dari sisi pembiayaan pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan bertujuan agar dalam operasionalisasinya ada efesiensi pembiayaaan.  Oleh karena itu, pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan dalam sistem kesehatan nasional mesti didukung oleh regulasi yang akuntabel dan operasional serta  sumber daya yang memadai.

Christopher J. Colvin

Epidemi HIV merupakan wilayah yang memungkinkan terjadinya interaksi antara penyakit, ilmu pengetahuan dan aktivisme. Produksi, penyebarluasan, penggunaan dan evaluasi bukti ‘ilmiah’ empirik menunjukkan bagaimana keterlibatan aktivis dalam ilmu pengetahuan. Keterlibatan aktivis dalam pengembangan upaya pencegahan dan perawatan termasuk juga memastikan ketersediaan ARV merupakan situasi yang umum terjadi secara global. Sumbangan ilmu pengetahuan untuk memajukan penanggulangan AIDS hingga saat ini telah menyediakan kesempatan dan tantangan dalam aktivisme di masa depan.  Artikel ini pada dasarnya berupaya untuk mengidentifikas berbagai bentuk aktivisme dalam perluasan pencegahan dan perawatan HIV termasuk berbagai kontroversi terkait dengan bukti-bukti yang disediakan oleh ilmu pengetahuan.

Neil Hunt, Eliot Albert and Virginia Montañés Sánchez

Keterlibatan pengguna napza sebagai aktivis dalam menuntut pelayanan yang dibutuhkan oleh mereka bisa dilacak sejak tahun 1970an di Belanda, jauh sebelum program pengurangan dampak buruk dilakukan. Tulisan ini menggambarkan tentang evoluasi aktivisme dalam program perawatan ketergantungan napza termasuk pengurangan dampak buruk  berdasarkan jenis napza yang mereka gunakan (kokain, heroin, narkoba ‘party drugs’ atau ganja). Gambaran ini menunjukkan bagaimana perbedaan aktivisme tersebut ditentukan oleh penggunaan napza, konteks penggunaan napza dan perdebatan antara manfaat dan akibat buruk penggunaan napza. Artikel ini menggarisbawahi bahwa dampak buruk penggunaan napza hanya akan efektif dilakukan jika orang-orang yang terpengaruh oleh napza tersebut terlibat secara bermakna dalam memutuskan sistem dan pelayanan yang menentukan hidup mereka.

0leh: dr. Husein Pancratius R*. Sekretaris KPA Provinsi NTT.

Pendahuluan

Dari temuan data HIV di NTT ditemukan bahwa penyebaran Epidemi HIV AIDS baik sebagai sumber penularan maupun sebagai penyebaran penularan hampir selalu ditemukan hadirnya angka angka yang bermakna dari 2 (dua) kelompok masyarakat yaitu Kelompok Populasi kunci dan Kelompok Lelaki berisiko tinggi. Kehadiran kedua kelompok ini terutama berkaitan dengan identifikasi anggota kelompok (untuk masuknya program intervensi) selalu kurang berhasil, karena berkaitan dengan berbagai sebab yang menyebabkan anggota kelompok menempatkan diri sebagai masyarakat underground. Kita siapa saja, baik Pemerintah, Lembaga Sosial Masyarakat terkait, maupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), sudah berupaya keras untuk mengenal dan mendata mereka, tetapi hasilnya; jumlah anggota sesungguhnya dari kelompok ini (angka riil) tetap tak terjangkau. Padahal secara Epidemilogi kalau kelompok ini bisa dijangkau sampai 80 % saja maka angka laju epidemi bisa menurun secara bermakna.

Oleh: M. Suharni

Ilustrasi | flaticon.comHIV dan AIDS bukan hanya persoalan  kesehatan semata, tetapi juga  berimplikasi pada permasalahan sosial, politik hukum dan ekonomi. Oleh karena itu upaya penanggulangan HIV dan AIDS merupakan permasalahan multisekroral yang melibatakan para pemangku kepentingan. Para pemangku kepentingan  adalah mereka ada yang terdampak oleh HIV dan juga mereka yang  memainkan berbagai peran dalam upaya penanggulangannya, yang terdiri dari ODHA, para pemimpin lokal, tenaga kesehatan, pemerintah, organisasi non pemerintah, organisasi berbasis masyarakat, organisasi berbasis kepercayaan, ikatan dokter, para pengambil kebijakan, sektor swasta, mitra pembangunan internasional dan dunia akademis.   Oleh karena itu perlu  perlu usaha serius untuk mengoordinasi para multipihak tersebut untuk mendukung upaya penanggunggalangan HIV dan AIDS.

Supported by

AusAID