Jill Hanass-Hancock
Review ini berfokus pada kajian tentang disabilitas dan HIV / AIDS yang sudah dilakukan di Afrika selama satu dekade terakhir dan semua referensi yang dapat diakses. Review ini menyajikan data hasi survey dan merangkum temuan dari berbagai temuan penelitian. Dari hasil kajian ini, jelas sekali bahwa disabilitas sangat rentan tertular HIV, dan tidak memiliki akses tehadap informasi, dan tes HIV serta pengobatan. Ulasan lebih lanjut menujukkan adanya kesenjangan antara penelitian dan bidang kajiannya. Selain kesenjangan kajian tentang kerentanan dan aksesibilitas, sedikit sekali studi tentang prevalensi dan evaluasi terkait defabel. Beberapa kajian telah difokuskan pada populasi tuna rungu, sementara masih sedikit kajian untuk kelompok disabilitas yang lain. Isu penelitian yang berkembang adalah kekerasan seksual dan eksploitasi terhadap para penyandang defabilitas. Hanya sedikit kajian atau intervensi yang focus pada isu krusial diabilitas dan HIV/AIDS.
Yih-Ing Hser, Alison Hamilton, Noosha Niv, J Drug Issues. 2009 January; 31(1): 231–236.
Lebih dari 20 tahun terakhir banyak penelitian tentang ketergantungan narkoba telah dilakukan. Pengetahuan yang ekstensif telah dikumpulkan terkait dengan isu komorbiditas khususnya gangguan kesehatan, HIV dan keterlibatannya dalam kriminalitas. Penelitian tentang pelayanan kesehatan terkait dengan ketergantungan narkoba menjadi lebih canggih dengan menggeserkan fokusnya pada pasien menuju analisis tentang struktur pelayanan, organisasi dan pembiayaannya. Lebih jauh melalui kajian-kajian jangka panjang, bukti-bukti empiris telah menunjukkan secara meyakinkan bahwa ketergantungan bukan gangguan yang bersifat akut dan ini dipahami dengan cara yang paling baik melalui perspektif sepanjang hayat (life course) yang menekankan pada aspek kronik. Artikel ini menegaskan pentingnya tiga arah utama dalam penelitian ketergantungan narkoba di masa depan: (1) mengembangkan strategi untuk perawatan kronis (termasuk kajian intervensi longitudinal), (2) memperdalam koordinasi dan keterkaitan lintas sistem dan (3) penggunaan metode-metode inovatif untuk memperkuat bukti perspektif life course terhadap ketergantungan narkoba.
Disampaikan pada kuliah umum, Koentjaraningrat Memorial Lectures XII/2015, Forum Kajian Antropologi Indonesia (FKAI), Jakarta 15 Oktober 2015
Oleh: Ignatius Praptoraharjo[1]
Abstrak
Ketergantungan narkoba selama ini dilihat hanya merupakan sebuah episode dalam kehidupan seseorang sehingga harapan masyarakat bahwa seseorang yang telah melakukan perawatan ketergantungan narkoba juga merupakan satu episode lain yang harus dilakukan agar orang bisa kembali ‘sehat’. Namun kenyataan dalam komunitas medis dan ilmiah semakin membuktikan bahwa ketergantungan narkoba merupakan sebuah ‘penyakit kronis’ yang membutuhkan perawatan jangka panjang. Dalam artikel ini digambarkan tentang pola dinamis dari penggunaan narkoba yang mencakup awal penggunaan, penggunaan secara teratur, berhenti, menggunakan kembali termasuk pengalaman perawatan dan keterpaparannya terhadap penegakan hukum. Kebijakan tentang perawatan narkoba hendaknya mampu mengakomodasi pola dinamis ini jika mengharapkan sebuah kebijakan yang efektif. Jika tidak, maka kebijakan ini hanya akan merefleksikan kepentingan dominan (penegakan hukum, harapan masyarakat, kepentingan program) dengan mengabaikan pengalaman bagi mereka yang hidup dalam dan mengalami ketergantungan narkoba.
Abstrak
Mengapa beberapa program inisiatif kesehatan global (Health Global Initiatives) menjadi prioritas pemimpin politik dunia dan nasional sementara beberapa program lainnya tidak? Untuk menganalisis jawaban pertanyaan ini penulis mengajukan sebuah kerangka kerja yang terdiri dari empat kategori; kekuatan aktor yang terlibat dalam inisiatif tersebut; kekuatan ide-ide yang mereka gunakan untuk memotret dan memahami isu tersebut; kondisi konteks politik untuk mengurangi, kematian ibu yang dirilis tahun 1987. Penulis melakukan kajian dokumen dan melakukan interview pada para pelaku kunci terkait dengan inisiatif, dengan mengunakan “process-tracing method” yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Peneliti melaporkan meskipun upaya inisiatif ini telah berjalan dua dekade, tetapi masih juga mengalami kesulitan untuk memenuhi ke empat kategori tersebut. Namun setelah 20 tahun inisiatif dilakukan sejak tahun 2007, saat ini adalah sebagai momentum politik yang tepat. Untuk menjadikan prioritas politik, para advokator menghadapi berbagai tantangan, termasuk untuk menyediakan institusi yang efektif sebagai pengarah inisiatif dan membangun posisi publik terhadap isu agar para pemimpin politik merasa nyaman untuk melakukan dukungan terhadap isu ini. Peneliti menggunakan kerangka kerja dan studi kasus serta menyarankan untuk menggunakannya dalam meneliti determinan prioritas politik terhadap inisiatif global lainnya, yang merupakan sebuah subjek menarik tetapi miskin pembiayaannya.
Oleh: M. Suharni
Upaya penanggulangan HIV dan AIDS adalah program vertikal yang perencanaan dan penganggaran ditetapkan dari pemerintah pusat. Sejalan dengan perubahan sistem pemerintahan di Indonesia dari sentralisasi ke desentaraliasi berpengaruh pada urusan kesehatan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah termasuk upaya penanggulangan HIV dan AIDS. Di era desentralisasi, kepala daerah sebagai penanggung jawab pemerintahan tertinggi di wilayah mempunyai wewenang untuk menentukan apakah upaya penanggulangan HIV dan AIDS layak menjadi salah satu agenda prioritas di daerahnya. Tulisan ini menjelaskan bagaimana kerangka kerja yang diusulkan oleh Shiffman, J. dan Smith, S. (2007) untuk menilai upaya penanggulangan HIV dan AIDS menjadi prioritas politik para kepala daerah dan bagaimana situasi di Indonesia dilihat dari kacamata kerangka tersebut.
© 2025 Kebijakan AIDS Indonesia