Permasalahan tuberkulosis (TB) di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan. Mudahnya penularan melalui percikan dahak, kondisi ekonomi yang buruk, akses pelayanan kesehatan yang sulit semakin memperbesar jumlah penderita TB. Dalam diskusi kultural yang diselenggarakan oleh SSR TB ‘Aisyiyah Kota Yogyakarta yang tergabung dalam Forum Diskusi Kultural AIDS Yogyakarta (FKADY) mengangkat isu tentang “Jejaring dan rujukan kolaborasi TB HIV”. Upaya ini merupakan salah satu ‘jihad’ di bidang kesehatan. Demikian disampaikan oleh penyelenggara diskusi.

Diskusi kultural kali ini dilaksanakan bertepatan dengan perayaan Hari Kartini, yakni pada hari Jumat, 21 April 2017 bertempat di Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Yogyakarta dan dihadiri oleh anggota FDKAY, lembaga yang bergerak pada isu TB dan HIV, KPA dan PP ‘Aisyiyah dari beberapa cabang. Harapannya diskusi ini akan membahas berbagai topik solusi permasalahan terkait kolaborasi TB-HIV, menemukan pola yang tepat dalam kolaborasi pelaksanaan program TB-HIV, membahas alur jejaring dan rujukan yang tepat untuk program kolaborasi TB-HIV antar organisasi di Kota Yogyakarta dan sinergitas progam SSR TB-HIV Care ‘Aisyiyah Kota Yogyakarta dengan organisasi LSM/CSO/NGO di Kota Yogyakarta. Adanya SSR TB-HIV Aisyiyah Kota Yogyakarta merupakan salah satu upaya untuk berperan serta dalam pembangunan kesehatan di Indonesia dan memotivasi pasien TB untuk melakukan pemeriksaan tes HIV ke klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing), menerima hasil tes dan mendampingi pasien dengan TB-HIV positif. Saat ini di beberapa fasyankes, petugas kesehatan sudah langsung menganjurkan semua pasien TB untuk skrining HIV (PITC/ Provider Initiated Testing and Counseling).

Pada tahun 2016, SSR TB ‘Aisyiyah Kota Yogyakarta mempunyai 5 kecamatan yang sudah diintervensi yaitu Jetis, Gedong Tengen, Umbulharjo, Gondomanan, dan Mergangsan. Kemudian tahun 2017 tambah 9 kecataman lagi, antara lain: Danurejan, Gondokusuman, Kotagede, Kraton, Mantrijeron, Ngampilan, Pakualaman, Tegalrejo, dan Wirobrajan. Dari 14 kecamatan tersebut terdapat 47 orang kader yang diharapkan mampu melakukan penyuluhan TB kepada individu, keluarga dan masyarakat; menemukan orang yang diduga TB dan mengantarkannya ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) Pemerintah atau UPK Swasta yang sudah DOTS; memantau pengobatan pasien TB agar pengobatannya sesuai dengan saran petugas kesehatan; melakukan pendampingan dan pembinaan Pengawas Menelan Obat (PMO). Dalam pelaksanaan di lapangan, kader masih harus menghadapi tantangan dalam menemukan suspek TB. Adanya stigma penyakit TB, membuat orang dengan suspek TB enggan untuk berobat dan belum mau terbuka untuk didampingi. Hal ini menyebabkan capaian penemuan kasus TB baru dan TB-HIV pada tahun 2016-2017 oleh SSR TB ‘Aisyiyah jumlahnya relative masih sedikit dibandingkan dengan data dari Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta. Untuk itu, perlu didiskusikan upaya dalam meningkatkan peran kader dan kolaborasi progam TB-HIV.

Forum Diskusi Kultural AIDS Yogyakarta

Pada sesi diskusi, KPA DIY mengharapkan adanya sinergi antara kader yang dibentuk oleh SSR TB ‘Aisyiyah dengan Warga Peduli AIDS (WPA) yang sudah dibentuk oleh KPA Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan progam Kolaborasi TB-HIV, kegiatan sosialisasi yang ada di KPA DIY bisa digunakan untuk memberikan sosialisasi tentang TB-HIV ke masyarakat, KPA DIY akan mendorong KPA Kab/Kota untuk berkoordinasi dan melibatkan ‘Aisyiyah dalam kegiatanya serta mengoptimalkan Forum TB-HIV termasuk dalam penyusunan penganggaran progam TB-HIV. SR TB ‘Aisyiyah menyampaikan bahwa pada awal bulan Mei akan ada pertemuan advokasi dan penganggaran untuk tahun 2018. Pertemuan ini akan dipimpin oleh Bappeda dan ‘Asyiyah akan dilibatkan dalam pertemuan ini.

Diskusi lain yang muncul terkait dengan pengalaman dari perwakilan Victory Plus, bagaimana cara penanganannya jika ada penemuan kasus HIV-TB? Dan apakah ada forum diskusi bagi teman-teman yang sudah terdampak TB? Selain ARV dan OAT, mereka yang TB-HIV positif apakah dimungkinkan juga ada upaya rehabilitasi di lingkungan masyarakatnya dengan melibatkan puskesmas dan pihak swasta? Perwakilan dari SAPDA mencoba mengkaitkan sinergitas kader yang ada di ‘Aisyiyah dengan program Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga. Melalui program ini puskemas masuk ke keluarga. Untuk itu, akan lebih baik kalau kader dari ‘Aisyiyah mulai bekerja sama dengan puskesmas. ‘Aisyiyah menanggapi bagi masyarakat yang masih kesulitan untuk mengakses informasi tentang TB dapat menghubungi kader 'Aisyiyah yang tersebar di 14 kecamatan di Kota Yogyakarta, juga bisa langsung menghubungi koordinator pelaksana program Mbak Rakhma atau Staff Data Collection Mbak Rere. Kedepan "Aisyiyah akan mendekatkan diri untuk bersinergi dengan Camat, Lurah, RW atau RT mengingat di Kota Yogyakarta strukturnya sudah rapi. ()