Fitri Rachmawati | Senin, 19/01/2015
Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Kesehatan menilai stigma dan diskriminasi terhadap ODHA atau orang dengan HIV dan AIDS masih tinggi di Indonesia. Akibatnya orang yang mengidap HIVdan AIDS cenderung terisolasi secara sosial.
Subdit AIDS Kementerian Kesehatan, Siti Nadia, mengatakan stigma dan diskriminasi terhadap orang yang mengidap HIV dan AIDS masih tinggi di Indonesia karena pengetahuan mengenai penyakit ini sangat kurang di masyarakat justru mitos yang lebih banyak dipercayai dan diketahui masyarakat.
Oleh: Hersumpana
Isu narkoba seperti halnya HIV dan AIDS mendapatkan perhatian serius banyak kalangan di Indonesia mulai dari pemuda, polisi, masyarakat luas hingga pemuka agama. Artikulasi anti-narkoba diwujudkan melalui kebijakan pembentukan Badan Anti Narkotika Nasional (BNN), Badan Narkotika Propinsi (BNP) dan Badan Narkotika Kota Kabupaten (BNK) pada tingkat daerah yang melibatkan berbagai elemen khususnya kepolisian, hingga gerakan nasional anti narkotika (GRANAT)[1]. Sejauh ini, pendekatan yang diacu cenderung bersifat outsider. Sebuah pendekatan yang berangkat dari perspektif orang luar yang mencoba untuk membangun sebuah ‘tata laksana yang dipandang tertib sosial dan tertib hukum tertentu’. Sebagai bagian dari kehidupan bersama dalam sebuah bingkai negara, kita sepakat bahwa hukum merupakan alat untuk menciptakan ‘keteraturan dan ketertiban’ termasuk dalam pendekatan pencegahan atas peredaran narkotika yang dipandang dari kacamata moral sebagai produk yang berdampak ‘perusakan harmoni dan tertib sosial’. Hukuman mati terhadap para gembong dan pengedar narkotika sebagai bagian dari penciptaan tertib sosial dan tertib hukum dalam arti tertentu dapat dipahami, meskipun belum tentu setuju. Karena sesungguhnya logika hukuman mati sudah sesat pikir karena merupakan upaya menciptakan kebenaran dengan melakukan ketidakbenaran baik dilihat secara moral maupun spiritual. Tulisan ini mencoba melihat dari kacamata insider (para pengguna) untuk dalam dapat ‘turut merasa’, masuk ke dunia mereka secara lebih dekat sebagai bagian dari sebuah sub-culture yang berkembang dalam sejarah peradaban dunia yang dikategorikan sebagai kelompok devian (deviant group).
Oleh: M. Suharni
Tiga pendekatan yang dipakai dalam menangani masalah narkoba adalah melalui pendekatan Supply Reduction, Demand Reduction dan Harm Reduction. Pendekatan Supply Reduction bertujuan memutus mata rantai pemasok Narkotika mulai dari produsen sampai pada jaringan pengedarnya, pendekatan Demand Reduction adalah memutus mata rantai para pengguna, sedangkan pendekatan Harm Reduction merupakan pendekatan pengurangan dampak buruk terkait narkoba. Dua pendekatan pertama lebih akrab dipakai oleh penegak hukum dalam penanganan masalah narkoba. Dua pendekatan ini jika dilihat dari perspektif HAM menimbulkan konflik karena pilihan pendekatan oleh penegakan hukum bersifat konservatif terhadap realita, obsesi pada pemusnahan total, menekankan kepastian dan mengedepankan proses[1].
MATTHEW MEADOW | JANUARY 15TH, 2015
I’m all about safety in raving and in life. I wasn’t a sheltered child by any means, but my house was always stocked with the necessary medical supplies like antiseptics and bandages.
Now that I’m older, I have to worry about a different kind of safety.
According to AIDS.gov, “CDC estimates that 1,201,100 persons aged 13 years and older are living with HIV infection, including 168,300 (14%) who are unaware of their infection. Over the past decade, the number of people living with HIV has increased, while the annual number of new HIV infections has remained relatively stable. Still, the pace of new infections continues at far too high a level— particularly among certain groups.”
Minggu, 18 Januari 2015
TRIBUNNEWS.COM, SINTANG - Pergaulan remaja yang melewati norma-norma agama, dan pergaulan yang bebas hingga berujung dengan seks bebas jelas sangat mengkhawatirkan. Apalagi HIV/AIDS mengancam pelaku seks bebas itu.
Dari Data Pelaksana Program Penanggulangan HIV/AIDS RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang, angka HIV/AIDS dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Kalau dilihat dari tingkat pendidikan, pelajar SMA masih mendominasi pengidap HIV/AIDS di Sintang, yaitu sebesar 104 orang dari tahun 2006 sampai 2014. Angka ini jelas sangat mengkhawatirkan.
© 2025 Kebijakan AIDS Indonesia