Alexandra Conseil, et al.
Abstrak
Studi kasus Vietnam bertujuan untuk melahirkan bukti empiris tentang manfaat relatif intrgrasi dari dua prioritas intervensi kesehatan, HIV dan kontrol TB, ke dalam enam fungsi dari sistem kesehatan umum: Tatakelola, ketersediaan layanan, partisipasi, pengawasan dan evaluasi, perencanaan, dan pembiayaan. Kajian dokumentas terseleksi dan wawancara semi terstruktur terhadap 25 narasumber dilakukan pada awal 2009 di Hanoi, Provinsi Hai Duong, distrik Chih Linh dan komunitas Hoang Tien dengan informan dari lembaga international, nasional dan sub nasional yang mengelola Program HIV dan TB dan dari fasilitas kesehatan yang menyediakan layanan HIV/AIDS dan TB. Data yang terkumpul dibadingkan dan dievaluasi berdasarkan 25 unsur integrasi. Setiap unsur integrasi dikategorikan sebagai “ terintegrasi penuh “, terintegrasi sebagian, dan “tidak terintegrasi”.
Oleh: Hersumpana, Ig.
Satu permasalahan mendasar yang menjadi temuan Riset Tim AIDS PKMK FK UGM 2014 yang melakukan kajian Kebijakan AIDS Indonesia adalah respon daerah terhadap HIV dan AIDS yang bertumpu pada adanya produk kebijakan dan kelembagaan, yakni pembentukan organisasi KPA daerah, akan tetapi lemah dalam hal kapasitas implementasi kebijakan. Ini artinya apa? Integrasi dalam level struktural dan kelembagaan tidaklah cukup, karena membutuhkan prasyarat lain yang lebih mendasar bagaimana ownership dan engagement para pemangku kepentingan HIV dan AIDS di tingkat lokal terhadap kebijakan dan program penanggulangan AIDS. Tulisan ini akan mengekplorasi kedua aspek tersebut dalam memaknai integrasi.
Monica Desai, et al.
Global fund untuk memerangi AIDS, Tuberkulosis dan Malaria (GF ATM) memainkan peran penting dalam pendanaan penanggulangan AIDS dan Tuberkulosis di Indonesia. Sebagai bagian dari rangkaian studi kasus, peneliti mengkaji sifat dan luasan integrasi dari portofolio Global Fund ke dalam program HIV dan TB national, integrasi program HIV dan TB ke dalam sistem kesehatan umum, dan dampak luas sistem dukungan Global Fund pada sistem perawatan kesehatan di Indonesia. Studi ini didasarkan pada kajian literatur dan wawancara dengan 22 informan kunci menggunakan perangkat penilaian cepat sistemik dan analisis tematik.
Oleh: Chrysant Lily Kusumowardoyo
Dalam buku Reimagining Global Health, ada bab menarik yang ditulis oleh Messac dan Prabhu (2013) yang berjudul Redifining the Possible: The Global AIDS Response. Dengan mengambil perspektif global, bab ini mengulas secara historis tentang perjalanan naik turunnya respon AIDS dalam kurun waktu tiga dekade; yaitu 90an, dekade pertama di 2000, dan dekade yang sedang kita jalani sekarang. Berbagai dorongan geopolitik yang mempengaruhi komitmen untuk mencapai kesetaraan dalam kesehatan global dibahas dalam bab ini, dengan secara khusus melihat bagaimana penanggulangan HIV, penyakit yang justru menuntut perawatan yang lebih kompleks dan mahal dibanding penyakit global lainnya seperti malaria atau diare, justru berperan besar untuk mendorong peningkatan yang tidak terduga dalam bantuan pendanaan kesehatan global.
Oleh: M.Suharni
Bulan Maret 2008, Bulletin WHO memuat wawancara dengan Executive Secretary Health Matrics Network, Dr Sally Stansfield yang berjudul: Who owns the information? Who has the power?[1], dalam wawancara dia menyebutkan : it’s time for the world to shift the ownership of health information to countries instead of letting donors and disease-specific programmes run the agenda. Pernyataanya ini menarik disimak dalam konteks Indonesia di era disentralisasi dan era BPJS. Seringkali kekisruhan terkait dengan program kesehatan adalah permasalahan ketersediaan dan pemilikan data. Siapa yang menyediakan data kesehatan dan siapa pemilik data kesehatan Indonesia?
© 2025 Kebijakan AIDS Indonesia