metrotvnews.comKhudori - 19 April 2015

Metrotvnews.com, Jakarta: Jumlah penderita HIV/AIDS di kawasan Asia dan Afrika sangat mengkhawatirkan, dari 35 juta kasus di dunia, 84,29 persen atau 29,5 juta kasus terjadi di Asia dan Afrika. Namun masalah besar itu luput dari perhatian Konferensi Asia Afrika (KAA) yang berlangsung dari tanggal 19-24 April 2055 di Jakarta dan Bandung.

Aktivis AIDS Watch Indonesia (AWI) Jakarta, Syaiful W. Harahap mengatakan, dalam satu tahun jumlah kasus HIV yang terjadi di kawasan Asia Afrika mencapai 1.564.000 - 2.151.000.

Ilustrasi | ReuterOleh: Zainulmukhtar | Minggu, 19 April 2015

INILAHCOM, Garut - Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Garu berharap Pemkab Garut dapat membantu setiap orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) untuk mendapatkan hak pelayanan jasa kesehatan.

Pasalnya, dari 272 ODHA yang ada di Garut, saat ini masih terdapat sekitar 80 ODHA yang belum dapat mengakses terapi Antiretroviral (ARV) karena keterbatasan ekonomi. Terdapat juga di antaranya karena belum ada kemauan dari para ODHA sendiri, serta tak menyadari status dirinya sebagai ODHA.

Yayasan Mata Hati saat melakukan TOT bagi kader PIKM Kecamatan Langensari di aula Puskesmas Langensari, Sabtu, (18/04/2015). Foto: Nanang S/HR.19 April 2015 | Berita Banjar, (harapanrakyat.com),-

Yayasan Mata Hati bersama LSM Viaduct dan Mutiara menggelar training of traner (TOT) sejumlah kader Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat (PIKM), dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS, di aula Puskesmas Langensari, Sabtu, (18/04/2015).

“Kami melakukan TOT bagi kader PIKM di setiap kecamatan di wilayah Kota Banjar, sebagai upaya kami dalam hal pembinaan,” ucap Aam, Pengelola Program Yayasan Mati Hati, kepada harapanrakyat.com, Sabtu, (18/04/2015).

Oleh: M. Suharni

IlustrasiIntegrasi Sumber Daya Manusia (SDM) ke dalam sistem kesehatan dapat memperbaiki kesenjangan ketersediaan tenaga AIDS. SDM memainkan peran signifikan dalam sistem kesehatan  dan program penanggulangan HIV dan AIDS, sehingga integrasi SDM AIDS  ke dalam  sistem kesehatan menjadi alternatif. Meskipun demikian, untuk  merespon tren epidemi di suatu wilayah tidak dapat dilepaskan dari konteks kebijakan setempat. Dalam konteks  Desentralisasi, PP 38 tahun 2007[1] telah mengamanatkan bahwa peran pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota terkait dengan pengelolaan, penempatan, pendayagunaan, peningkatan kapasitas, registrasi dan juga pembinaan dan pengawasan SDM kesehatan.   Terkait konteks epidemi kebutuhan SDM AIDS di daerah yang tingkat epideminya tinggi akan berbeda kebutuhannya dengan daerah yang epidemi rendah.  Salah satu contoh untuk melihat integrasinya, kita dapat mengkaji dari pengadaan SDM AIDS sampai dengan pembinaan dan pengawasannya apakah sudah mengikuti sistem SDM kesehatan umumnya.

Oleh: Chrysant Lily

Ilustrasi | Kebijakan AIDS | freepic.comDalam konteks ekonomi global saat ini, banyak negara yang dituntut untuk mampu merasionalisasi pembiayaan layanan kesehatan mereka – termasuk layanan HIV dan AIDS. Efisiensi program menjadi isu penting, dan secara umum banyak sumber yang membuat klaim bahwa integrasi antara layanan HIV dengan layanan kesehatan umum lainnya adalah jalan untuk mencapai efisiensi tersebut (lihat UNGASS, 2011; World Bank, 2009; WHO, 2009). Tetapi apakah benar ada bukti hubungan antara efisiensi dengan integrasi? Seperti apa potensi efisiensi yang bisa didapatkan lewat integrasi? Kedua pertanyaan ini adalah pertanyaan kunci yang diajukan oleh Sweeney et al. (2011) dalam artikel mereka. Dalam studi yang dibiayai oleh UNAIDS, Sweeney et al. berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan ini lewat tinjauan sistematis terhadap literatur yang menunjukkan bukti dan pengalaman terkait efisiensi yang bisa dicapai lewat integrasi layanan HIV dengan layanan kesehatan umum.

Supported by

AusAID