0leh: dr. Husein Pancratius R*. Sekretaris KPA Provinsi NTT.

Pendahuluan

Dari temuan data HIV di NTT ditemukan bahwa penyebaran Epidemi HIV AIDS baik sebagai sumber penularan maupun sebagai penyebaran penularan hampir selalu ditemukan hadirnya angka angka yang bermakna dari 2 (dua) kelompok masyarakat yaitu Kelompok Populasi kunci dan Kelompok Lelaki berisiko tinggi. Kehadiran kedua kelompok ini terutama berkaitan dengan identifikasi anggota kelompok (untuk masuknya program intervensi) selalu kurang berhasil, karena berkaitan dengan berbagai sebab yang menyebabkan anggota kelompok menempatkan diri sebagai masyarakat underground. Kita siapa saja, baik Pemerintah, Lembaga Sosial Masyarakat terkait, maupun Kelompok Dukungan Sebaya (KDS), sudah berupaya keras untuk mengenal dan mendata mereka, tetapi hasilnya; jumlah anggota sesungguhnya dari kelompok ini (angka riil) tetap tak terjangkau. Padahal secara Epidemilogi kalau kelompok ini bisa dijangkau sampai 80 % saja maka angka laju epidemi bisa menurun secara bermakna.

Kita mencoba menelaah jumlah Populasi kunci. Selama hampir 3 (tiga) dekade upaya penanggulangan HIV AIDS sudah dicoba mendata jumlah anggota kelompok menurut jenis Populasi Kunci yang ada. Hal itu telah dilakukan baik oleh Dinas Sosial, Polisi Pamong Praja, Polri, maupun Lembaga Sosial Masyarakat yang mempunyai Tupoksi atau misi untuk menangani masalah ini, termasuk oleh Kelompok Dukungan Sebaya  dari kelompok yang merupakan organisasi solidaritas diantara mereka sendiri atau Kelompok lain sebagai penjangkau mereka. Kita mempunyai pemahaman tentang kehadiran berbagai Kelompok Transmisi Seks tetapi sampai sejauh mana kita menjangkau setiap individu kelompok, untuk meningkatkan cakupan program intervensi, hal itu masih menjadi masalah.

Banyak cara sudah dilakukan menjadi mubazir karena kita ibarat mencari “api” melalui mencari, dimana ada tumpukan bahan bakar terasa sulit, hampir putus asa. Sekarang kita mau memulai dengan cara “sedikit terlambat” tetapi kita menganut motto “biar terlambat asal selamat” dalam bentuk menantang asap untuk mencari sumber api, akan lebih pasti terungkap. Dari sudut pandang Transmisi Seks sebagai salah satu cara penularan, kita coba meninjau salah satu sumber penularan, adalah :

  1. Wanita penyedia layanan Seks.

    Kalau kita kelompokan Wanita penyedia pelayanan Seks adalah wanita yang memberi pelayanan Seks kepada pasangan lelaki yang bukan pasangan tetap baik dengan imbalan jasa (uang/materi) maupun imbalan bukan uang, maka kita bisa melakukan identifikasi mereka dari yang mudah teridentifikasi sampai yang tersulit.

    1. Wanita pekerja Seks di lokalisasi/lokasi. Kelompok yang paling mudah diidentifikasi. Dengan demikian anggota kelompok ini yang paling mudah di intervensi program apa saja.
    2. Wanita pekerja Seks jalanan. Kelompok ini dapat ditemukan menawarkan jasa pelayanan Seks dipinggir jalan atau ditempat tempat terbuka walaupun selanjutnya akan menuju tempat pelayanan dimana saja. Aparat keamanan sipil dan Polri bisa mengidentifikasi mereka dengan tepat.
    3.  Wanita penyedia jasa Seks rumahan. Kelompok ini agak sulit didentifikasi walaupun sebenarnya mudah diidentifikasi kalau fungsi RT/RW berjalan dengan baik untuk mengamati perilaku warganya dan warganya ini tidak tinggal berpindah pindah dalam waktu yang seringkali.
    4. Wanita penyedia jasa Seks panggilan. Kelompok ini masih bisa diidentifikasi kalau panggilan dilakukan ke hotel-hotel atau rumahan dan bisa diidentifikasi oleh partisipasi pihak hotel seperti Room boy, Tukang ojek atau sopir taksi yang sering mengantar mereka.
    5. Wanita yang memberi layanan Seks kepada pasangan laki laki yang bukan suaminya tetapi memberi layanan karena berselingkuh atau pacaran/suka sama suka dan sejenisnya. Kelompok ini yang paling sulit diidentifikasi.
  2. Kelompok Gay,Waria dan Lelaki Seks dengan Lelaki.

    Sama halnya dengan Wanita penyedia jasa layanan seks,kelompok ini juga merupakan kelompok yang “under ground” akibat stigma dan diskriminasi masyarakat. Diantara mereka ada yang dengan mudah teridentifikasi karena beroperasi ditempat terbuka, adapula yang setengah terbuka dan ada yang tertutup,yaitu hanya diketahui oleh pasangan seksualnya saja(langganan atau pacar). Satu hal yang menyolok dari dari kelompok ini adalah kelompok ini adalah adanya solidaritas yang tinggi diantara mereka sehingga sering berkelompok baik secara terbuka dalam bentuk kehadiran fisik maupun tertutup dalam suatu jaringan komunikasi yang intens. Karena itu mereka  bisa diidentifikasi melalui hal sebagai  berikut :

    1. Yang beroperasi secara terbuka ditempat tempat yang sudah diketahui umum atau istilahnya “pangkalan”. Pihak Keamanan yang paling tahu siapa mereka karena teratur melakukan penertiban umum/razia.
    2. Yang beroperasi secara terselubung dalam aktifitas sosial ekonomi seperi usaha salon dan sejenisnya. Termasuk dalam kegiatan yang berhubungan dengan Kesenian dan Kebudayaan
    3. Yang beroperasi secara individu. Hal perilaku seperti ini hanya diketahui oleh dirinya seorang dan pasangannya. Mereka baru diidentifikasi kalau ada masalah berkaitan dengan kondisi hubungan mereka.Kelompok ini sangat tertutup dan penuh kerahasiaan nyaris misterius.
  3. Kelompok Lelaki Berisiko Tinggi (LBT).

    Dari kedua Kelompok yang sudah diuraikan diatas maka kita bisa menamakan mereka sebagai Kelompok Pemberi/Penyedia Pelayanan Jasa Seks.Jasa mereka sangat dibutuhkan oleh kelompok yang karena hasrat seksual individu, memelukan pemuasan “ekstra” diluar Seks dalam Ikatan Seks suci perkawinan.Kelompok ini menurut survey rumah tangga Departemen Kesehatan tahun 2012 jumlahnya hampir 6 kali lipat dari gabungan kelompok 1 dan 2 diatas. Mereka merupakan kelompok yang sulit diidentifikasi karena berkaitan dengan harga diri seseorang (moralitas,wibawa,nama baik,kedudukan sosial), juga berkaitan dengan sikap masyarakat (akan memberi hukuman sosial, kepercayaan masyarakat, hukuman dinas) dan terutama kepercayaan pasangan pernikahan dalam hubungan kesetiaan perkawinan).

    Atas dasar pemahaman seperti itulah maka kalau kita berasumsi bahwa sumber malapetaka epidemi HIV AIDS hanya ditimpakan kepada Populasi kunci apalagi itu sebagian besar adalah perempuan maka asumsi itu keliru.Karena pandangan itu hanya  terhadap satu sisi penularan saja sedangkan disisi lain ada pasangan Seks nya yaitu Lelaki Berisiko Tinggi (LBT). Kelompok ini sesungguhnya besar dalam jumlahnya dan berkontribusi tinggi dalam laju epidemi tetapi berada dalam kegelapan penilaian. Mereka bersembunyi dibelakang “topeng topeng sosial” antara lain karena budaya paternalistik. Mereka ada di berbagai kantor,baik pemerintah maupun swasta bahkan agama, pendidikan, aparat dan lain lain. Kelompok ini sangat memberi kontribusi besar perkembangan epidemi karena alasan berikut :

    1. Menjadi “kendaraan” untuk berpindahnya kuman atau virus IMS dan HIV dari suatu daerah/tempat ke daerah tempat lain (mobile man),termasuk kedaerah yang paling jauh dan terpencil dari sumber infeksi.
    2. Bisa menjadi sumber penularan bagi orang lain termasuk pasangan hidupnya yang terikat perkawinan suci.  

Analisa Masalah

Kalau kita melihat kondisi riil dari uraian diatas,maka kita dapat mengatakan bahwa kita berperang melawan laju epidemi HIV AIDS bagaikan pasukan tang berperang tanpa “peta lokasi musuh”.Selama ini identifikasi sasaran kita tidak focus, atau mengambang. Kalau kita melihat uraian tentang kondisi sumber penularan dan penyebaran penularan diatas maka kita bisa mencoba membuat analisis sebagai berikut : Bahwa sesungguhnya penularan melalui hubungan Seks terjadi melalui transaksi Seks antara pelaku 2(dua) belah pihak. Antara sumber penularan dan yang tertular. Selanjutnya yang tertular akan menjadi sumber penularan baru termasuk kalau wanita hamil akan menularkan kepada bayi yang dikandungnya maupun bayi yang dilahirkannya. Bagaikan ular naga yang bertambah panjang dan kepalanya bisa bercabang dan tambah panjang pula dan menelan mangsa yang dilewatinya. Dari sudut pandang, Penyedia layanan seks sebagai sumber penularan maka kita dapat mengidentifikasi ada 2 (dua) kelompok besar yaitu Kelompok Lokalisasi/Lokasi dan Kelompok Non Lokasi.

  1. Hanya ada 1 (satu) kelompok yang benar benar dapat diidentifikasi dengan baik yaitu para penyedia layanan Seks yang menjadi pekerja Seks dilokalisasi atau dilokasi.Mereka baik resmi diizinkan Pemerintah atau tidak dapat didata dengan jelas secara individu dalam format Identitas.Kepada kelompok ini dapat diberi Kartu Identifikasi,semacam ID Card. Mereka dapat diminta bantuannya untuk melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan IMS maupun HIV.
  2. Kelompok Non Lokasi. Kelompok ini terdiri dari pelaku hubungan seksual diluar pernikahan mulai dari yang pasip,aktip dan sangat aktip.Mereka seperti digambarkan,tidak berdiam dilokalisasi/lokasi dan sulit untuk diidentifikasi.Sesungguhmya anggota kelompok ini pernah mekukan kontak dengan pihak stakeholder tetapi terabaikan. Beberapa diantara mereka baik perorangan maupun kelompok dapat diidentifikasi melalui para petugas yang karena melaksanakan tugasnya (tupoksi)  dapat melakukan Identifikasi dalam bentuk sebagai berikut :
    1. Para petugas di layanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta yang menemukan gejala IMS apalagi HIV AIDS. Kepada pasien seperti ini dapat dilakuka anamneses mendalam untuk mengetahi peran pasien,apakah sebagai penular atau yang tertular yang dapat ditindaklanjuti dengan pemberian ID Card dan follow up yang lain (tidak “dilepas” begitu saja,berkeliaran bebas).
    2. Yang diidentifikasi melalui razia pelanggaran ketertiban masyarakat,PERDA atau Hukum oleh aparat seperti Polisi,Polisi Pamong Praja. Pada umumnya penanganan seperti kelompok ini sebatas proses yang non kesehatan.Mereka sebenarnya kalau dalam pengakuannya berprofesi sebagai penyedia pelayanan Seks dapat langsung diberi ID Card sementara yang dapat dipakai untuk tujuan identifikasi diagnosa dan terapi serta tindak lanjut program yang lain.
    3. Yang ditemukan melalui Kelompok Dukungan Sebaya.Berdasarkan pendekatan KDS, karena kedekatan emosional, anggota kelompok ini bisa diidentifikasi secara langsung dan karenanya dapat langsung diberi ID Card sementara yang dapat digunakan  untuk berbagai program selanjutnya.
    4. Yang ditemukan melalui proses “curhat” dengan orang kepercayaan seperti tokoh spiritual,tokoh adat dan agama atau orang panutan lain.Mereka dapat langsung diberi ID Card sementara atau dirujuk kelembaga yang ada bergantung kepada hubungan sosial yang bersangkutan.Para tokoh seperti ini mempunyai daftar KDS atau Lembaga yang dapat memberi  advokasi tindak lanjut.
    5. Yang ditemukan melalui terjadinya transaksi Seks dengan pemegang ID Card apalagi kalau dalam hubungan Seks tersebut tidak menggunakan kondom sebagai alat pencegah penularan IMS maupun HIV.Kelompok seperti ini langsung diberi ID Card sementara untuk berbagai tindak lanjut yang berhubungan dengan dignosa dan pengobatan serta hal lain yang berhubungan dengan IMS dan HIV AIDS.Pada posisi seperti ini kiranya kita akan menjaring banyak LBT, sebab dengan semua orang, mereka bisa bersembunyi tetapi dengan pasangan Seksnya mereka tidak bisa menghindar.
    6. Para pekerja layanan seks dan pelanggan yang ditemukan melalui kelompok pemerhati yang berpartisipasi melalui perhatian mereka terhadap berkembangnya epidemi seperti kelompok pelajar/mahasiswa peduli IMS dan HIV AIDS,para sopir /tukang ojek, calo, petugas hotel dan sejenisnya yang memberi atensi terhadap masalah ini.

Pemecahan Masalah

Dari uraian diatas dapat kita katakan bahwa melalui aktifitas perorangan maupun kelompok baik Pemerintah,masyarakat maupun LSM/KDS kita kaya akan sumber untuk melakukan identifikasi sasaran.Masalahnya kita tidak bekerja menurut tupoksi yang sebenarnya (masih biasa biasa saja,asal ada,asal jalan). Terlebih lagi kita kerja sendiri sendiri tanpa suatu jejaring penanganan masalah.Kita perlu membentuk jaringan organisasi dengan fungsi masing masing yang jelas dalam rangkaian hulu kehilir yang siap pada posisinya dan alat “komunikasi”yang merekatkan kita dalam suatu alat/perangkat Rujukan yang satu misi dan satu cita cita.

Dari analisis masalah yang digambarkan diatas kita dapat menguraikan hal hal yang dapat dipertimbangkan untuk kita pakai sebagai upaya pemecahan masalah:

Hal pertama yang kita lakukan adalah menerapkan “strategi total foot ball”.Penanggulangan HIV dan AIDS bukan urusan orang perorang atau hanya satu lembaga saja.Yang perlu adalah semakin banyak yang terlibat dengan penuh kesadaran dan perhatian sesuai dengan apa yang bisa dilakukannya tanpa memandang strata/kedudukan/level, individu/lembaga tetapi peran apa yang bisa dilakukan. Karena itu langkah langkah yang dilakukan :

  1. Identifikasi peran individu atau kelompok berdasarkan peran/kompetensi sesuai dengan kelompok/mungkin hanya individu yang digambarkan dalam analisis masalah.
  2. Pendekatan kelompok untuk menyatukan persepsi cara pandang tentang kesamaan misi untuk menjangkau sasaran demi tujuan utama cakupan keterjangkauan semua yang terlibat dalam mata rantai penularan.
  3. Pembentukan Kelompok, Pengorganisasian kelompok yang berkaitan dengan alur dan hirarkis laporan dan atau rujukan. Bagaimana hubungan dengan organisasi yang terkait dengan pelayanan medis,promosi/preventip bahkan mitigasi termasuk sosial dan psikologi (misalnya keterlibatan pasangan nikah).
  4. Pelatihan anggota kelompok tentang teknik komunikasi, informasi, edukasi, pendekatan individu  dan motivasi.
  5. Penyediaan IDCard smentara yang berkaitan dengan isinya dan kegunaannya serta sistim monitoringnya untuk keperluan identifikasi oleh lembaga terkait seperti Poliklinik/Klinik IMS.
  6. Data ID Card yang terjaring kembali dapat merupakan data ril kelompok berisiko tinggi yang bisa dijadikan dasar pemberian ID Card permanen yang bernomor registrasi, untuk pembuatan peta epidemi IMS maupun HIV
  7. Menyediakan Klinik Khusus  untuk pelayanan terhadap pemegang ID card  dan ID Card   permanen sehingga dapat menjaring mereka yang mengalami hambatan psikologis.
  8. Menyediakan layanan Jejaring Sosial untuk media kusus konsultasi pada pemegang ID Card.

Langkah  program Tindak Lanjut :

  1. Inventarisasi kelompok jejaring ini untuk diminta partisipasinya dalam turut menjadi anggota jejaring. Mereka misalnya :
    1. Semua anggota Populasi kunci yang sudah “on the ground”.
    2. Pimpinan Lembaga yang melaksanakan kegitan penertiban umum/hukum dan penegak hukum.
    3. Pimpinan kelompok masyarakat seperti RT/RW,pemilik rumah kost/asrama.
    4. Pimpinan dan anggota KDS dan anggota.
    5. Kelompok masyarakat peduli/pemerhati IMS,HIV AIDS.
    6. Para Dokter/perawat di Rumah sakit dan praktek swasta.
    7. Komunitas penyedia jasa farmasi/apotik dan obat tradisional/jamu.
    8. Para tokoh agama,guru spiritual dan penasihat rohani.
    9. Kelompok pemuda berisiko,termasuk “Geng”.
    10. Anggota LBT yang mau menjadi partisipan.
  1. Setelah para partisipan di inventarisir,kelompok diberi pelatihan tentang pengetahuan Epidemi HIV AIDS dan IMS,lalu menjelaskan tentang jejaring Kerja kelompok yang semuanya bermuara pada “Sebuah Klinik IMS,HIV AIDS” sebagai sentral pelayanan jejaring.
  2. Penjelasan tentang ID Card sementara dan permanen.Cara membaginya kepada sasaran, mengisi dan cara penggunaannya.
  3. Pelaksana pelayanan komprehensip pada Klinik Sentral dan monitoring evaluasinya untuk di feed back  kepada yang bertanggung jawab,sesuai tupoksi dalam melaksanakan intervensi kalau dibutuhkan.
  4. Penyediaan Klinik sentral dan pengelolaannya.

Penutup

Apapun cara penularannya setiap orang hendaknya berprinsip “Semua yang berperilaku Seks berisiko,ayo periksa IMS dan HIV AIDS,lebih cepat lebih baik”.Kalau ragu ragu jadilah anggota jejaring “Klinik Sentral”.


Kupang,26 Januari 2014

*Tulisan ini dimaksud untuk urun rembuk, menemukan jalan menjaring cakupan LBT melalui adanya Klinik Sentral IMS HIV yang mengsgunaksan ID Card khusus untuk pelayanan. 

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID