Paul K Nelson, Bradley M Mathers, Benjamin Cowie, Holly Hagan, Don Des Jarlais, Danielle Horyniak, Louisa Degenhardt

Pengantar: Artikel ini merupakan hasil dari sebuah kajian sistematik sejumlah data dan laporan, baik yang dipublikasi maupun yang tidak (grey literature[1]) mengenai Penyakit Hepatitis B dan C pada penasun di beberapa negara.

Metodologi: Kajian dilakukan dengan beberapa tahapan, mulai dari pencarian dokumen, konsultasi tingkat internasional dan melakukan kajian kritis dengan para pakar HIV pada penasun.

Hasil: Review dilakukan pada 1125 dokumen yang terdiri dari peer-reviewed dan grey literature, dengan kriteria eligibilitas jika di dokumen tersebut menyebutkan jumlah atau prevalensi penyakit hepatitis pada penasun, baik di level nasional maupun sub nasional. Sebanyak 18 dari 127 (14%) sumber data dipergunakan untuk mengeneralisasi estimasi pada tingkatan regional dan berasal dari grey literature (dokumen yang tidak dipublikasikan).

Research | Kebijakan AIDS IndonesiaAbstrak Tulisan ini, melalui tinjauan literature bertujuan untuk mengeksplorasi hal-hal yang mendasari feminisasi terhadap HIV/AIDS dan hubungannya dengan Millennium Development Goals (MDGS). Beberpa temuan mengindikasikan bahwa lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki yang terinfeksi oleh HIV/AIDS; feminisasi terhadap kemiskinan sebagian besar menginformasikan feminisasi terhadap HIV/AIDS; adanya mitos di masyarakat yang menganggap bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang dimiliki wanita; dan perawatan penyakit umumnya hanya dilakukan oleh para wanita saja. Penelitian ini memberikan saran-saran strategis untuk memperbaiki feminisasi dari HIV/AIDS: membentuk sector khusus untuk laki-laki untuk dapat memobilisasi para lelaki untuk mempercepat respon; usaha untuk mengurangi dampak budaya partiarki; dan mengemukakan pertukaran gender (gender swap), penyesuaian (readjustment) gender dan meluruskan kembali (realignment) gender.

Courtney Barnett,  Catherine Connor, M.B.A. Pamela J. Putney, M.S.

Partnership for Health ReformDi banyak negara berkembang, lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah menjadi menjadi pelopor dalam merespon permasalahan HIV dan AIDS. Oleh karena pendanaan internasional untuk melakukan penanggulangan HIV dan AIDS telah meningkat, donor dan pemerintah berupaya untuk memperoleh cara-cara efektif untuk mendistribusikan pendanaan baru untuk memaksimalkan dampak. The Partnerships for Health Reform melakukan evaluasi pengontrakan LSM sebagai mekanisme untuk meningkatkan perluasan layanan HIV dan AIDS serta menyederhanakan alur pendanaan dan monitoring.

Oleh : Lytt I. Gardner,1 Gary Marks,1 Jason A. Craw,1,2 Tracey E. Wilson,3 Mari-Lynn Drainoni,6,7,8 Richard D. Moore,9 Michael J. Mugavero,11,12 Allan E. Rodriguez,13 Lucy A. Bradley-Springer,15 Susan Holman,4,5 Jeanne C. Keruly,9 Meg Sullivan,8 Paul R. Skolnik,16 Faye Malitz,10 Lisa R. Metsch,14 James L. Raper,11,12 and Thomas P. Giordano,17,18 for the Retention in Care Study Groupa

Latar belakang: Kemampuan mempertahankan pengobatan bagi pasien terinfeksi HIV adalah sebuah strategi prioritas Nasional. Para peneliti berhipotesa bahwa retensi dapat diperbaiki dengan pesan-pesan yang terkoordinasi  untuk mendorong pasien mendatangi klinik. Para penelit melaporkan hasil dari tahap pertama  pusat pemantauan Penyakit dan Pencegahan atau sumber daya Kesehatan dan Layanan Administrasi Retensi dalam Proyek Pengobatan.

Metode:  enam Klinik khusus HIV berpartisipasi dalam sebuah sampel evaluasi pretes dan postes potong lintas mengenai brosur, poster dan pesan-pesan yang menyatakan  pentingnya kehadiran ke klinik secara rutin. 10018pasien pada 2008-2009 (periode pra intervensi) dan 11039  pasien pada 2009-2010 (periode intervensi)  diikuti dengan datang ke klinik.

Oleh Leickness C. Simbayi, Anna Strebel, Allanise Cloete, Nomvo Henda, and Ayanda Mqeketo

Abstrak

IlustrasiStigma AIDS mempengaruhhi pencegahan HIV, diagnosa dan perawatan dan terinternalisasi oleh ODHA. Akan tetapi,  efek dari stigma AIDS yang terinternalisasi belum dikaji di Afrika, dimana dua per tiga lebih dari 40 juta orang yang hidup dengan HIV dan AIDS di dunia.  Kajian terkini meneliti prevalensi pengalaman diskriminasi  dan internalisasi stigma diantara  420 laki-laki yang positif HIV dan 643 perempuan yang positif HIV direkrut dari layanan AIDS di Cape Town, Afrika Selatan. Survey anomin menemukan bahwa 40 % orang dengan HIV dan AIDS mengalami diskriminasi karena terinfeksi HIV dan satu dari lima orang kehilangan tempat tinggal atau pekerjaan karena status HIV. Lebih dari satu diantara tiga partisipan menunjukkan perasaan kotor, malu, atau bersalah karena status HIV mereka.  Sebuah model regresi hierarki yang melibatkan karakter demografis, kesehatan dan status pengobatan, dukungan sosial dan penggunaan subtansi dan internalisasi stigma secara signifikan memprediksi depresi afeksi dan kognitif.

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID