Oleh: Mira Renata

LSL dan AIDS | rappler.comIbarat memasuki belantara, stigma adalah belukar yang menghambat program penanggulangan HIV and AIDS. Stigma moral, agama, maupun ‘label’ negatif dalam masyarakat menyoroti perilaku kelompok beresiko sebagai ‘penyimpangan’, ‘penyakit’, atau bahkan ‘kutukan’.

Di sisi lain, pemahaman mendalam terhadap karakter dan pola interaksi kelompok beresiko masih belum maksimal. Situasi ini mempengaruhi pengemasan dan format pesan penanggulangan HIV dan AIDS menjadi kurang pas. Ketimbang meralat stigma dan menjawab pertanyaan atau rasa khawatir kelompok berisiko, banyak informasi pencegahan penularan bernada normatif atau tanpa sengaja malah memojokkan. Cara penyampaian pesan terkadang kurang menarik serta disampaikan melalui format media yang tidak sesuai dengan khalayak sasaran.

Oleh: Ni Komang Yuni Rahyani
Politeknik Kesehatan Denpasar Jurusan Kebidanan

Pendahuluan

Ni Komang Yuni RahyaniPrevalensi HIV/AIDS di Bali sampai saat ini tergolong tinggi jika dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya di Indonesia, hal itu dibuktikan dengan data yang menunjukkan bahwa Bali termasuk dalam peringkat lima besar HIV/AIDS di Indonesia setelah Papua, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Barat (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, 2014). Data kumulatif kasus HIV/AIDS di Indonesia dari April 1997 sampai Maret 2014 sebesar 134,042 dan 54,231 orang, jumlah orang meninggal akibat HIV/AIDS sebanyak 9,615 orang. Faktor risiko tertinggi penyebab HIV/AIDS adalah heteroseksual sebesar 32,990 orang, sisanya akibat Intravenous Drug Users/IDU dan transmisi perinatal (8,411 dan 1,446), tidak diketahui sebesar 9,530. Faktor homo-biseksual dan transfusi darah juga menyumbangkan penularan HIV/AIDS cukup tinggi, yaitu sebesar 1,291 dan 126 orang. Data yang cukup mengejutkan adalah kumulatif kasus AIDS pada remaja berusia antara 15-19 tahun sangat tinggi, yaitu sebanyak 1.702 orang, pada usia antara 20-19 tahun sebanyak 17.941 orang, dan pada usia antara 30-39 tahun sebesar 15.278 orang.

 

Oleh: I Kadek Mulyawan, MPH
Dinas Kesehatan Kota Mataram

Pendahuluan

I Kadek Mulyawan, MPHAIDS yang pertama kali ditemukan pada tahun 1981 telah berkembang menjadi masalah kesehatan global. Sekitar 60 juta orang tertular HIV dan 25 juta telah meninggal akibat AIDS, sedangkan saat ini orang yang hidup dengan HIV sekitar 35 juta. Di Asia terdapat 4,9 juta orang yang terinfeksi HIV, 440 ribu diantaranya adalah infeksi baru dengan menyebabkan kematian sebanyak 300 ribu orang pada tahun 2007. Di Indonesia, sudah dapat dikatakan memasuki tahap epidemi terkonsentrasi karena prevalensi HIV mulai konstan diatas 5 % pada populasi kunci seperti pada pekerja seks, LSL, waria dan pengguna napza suntik.

Oleh: Esthi Susanti

Esti Susanti | facebook.com/profile.php?id=1376597700Abstrak

Sebuah refleksi pergulatan pengalaman seorang aktifis pegiat HIV/AIDS  di hotline Surabaya yang terlibat dalam pencegahan dan penanggulangan hiv dan aids sejak tahun 2000. Sebuah kritik atas program-program yang dikembangkan mulai dalam penanggulangan AIDS mulai dari Outreach, Kelompok Dukungan Sebaya, PMTS, hingga LKB.  Sebuah kritik sekaligus sharing pengalaman melakukan advokasi kebijakan konkrit pada tingkat kabupaten.

Oleh: Juliandi Harahap

Kasus HIV AIDS di Kota Medan pertama kali ditemukan pada tahun 1992, sejak itu kasusnya dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan prevalensi HIV di populasi umum dengan jumlah penduduk 2.122.804 jiwa adalah 0,18% dimana jumlah total kasus HIV/AIDS hingga Agustus 2013 mencapai 3.726 orang. Tingkatan epidemi HIV/AIDS di Kota Medan merupakan epidemi terkonsentrasi (concentrated) situasi diantara rendah (low) dan meluas (generalized).

Berbagai upaya pengendalian dan penanggulangan HIV/AIDS telah dicanangkan Kementerian Kesehatan, mulai dari inovasi pencegahan penularan dari jarum suntik (Harm Reduction) pada tahun 2006, pencegahan Penularan Melalui Transmisi Seksual (PMTS) pada tahun 2010, penguatan Pencegahan Penularan dari Ibu ke Anak (PPIA) pada tahun 2011, pengembangan Layanan Komprehensif Berkesinambungan (LKB) di tingkat Puskesmas pada tahun 2012, hingga terobosan paling baru yang disebut Strategic use of ARV (SUFA) dimulai pada pertengahan tahun 2013.

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID