Oleh: Ni Komang Yuni Rahyani

Ni Komang Yuni RahyaniSecara umum pengebangan SDM AIDS tergantung dari kebijakan yang mengatur pengelolaan manajemen sumber daya,  keterseidaan finansial maupun kompentensi dari SDM. Tulisan ini mencoba membangun sebuah alur konsep kebutuhan tenaga seperti apa dan bagaimana membangun motivasi kerja dalam menangani HIV dan AIDS di Indonesia dari satu sudut pandang lokal, Bali. 

Siapa saja SDM yang terlibat dalam program penanganan HIV/AIDS?

Berbicara mengenai SDM dalam penanganan HIV/AIDS di Indonesia, khususnya di Bali, tidak terlepas dari kebijakan program dari  tingkat makro sampai tingkat mikro. Aktor yang terlibat dalam program penanggulangan HIV/AIDS dari pembuat kebijakan sampai pelaksana kebijakan. Pada gambar di bawah dijabarkan SDM medis dan nonmedis yang diberi tanggung jawab dan kewenangan untuk mengerjakan program tersebut.

Sondang Ratnauli Sianturi, MSN,  Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Saint Carolus Jakarta.

Sondang R SianturiIndonesia dan beberapa negara menyekapati kriteria keberhasilan pembangunan pada Goal 6, tentang HIV dan AIDS. Pencapaian sasaran MDGs menjadi salah satu prioritas utama bangsa Indonesia dan bukanlah semata-mata tugas pemerintah tetapi merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Dewasa ini, laju perkembangan epidemi HIV/AIDS di Indonesia merupakan yang tercepat di Asia Tenggara. Masalah HIV/AIDS ini menjadi fokus pada 8 sasaran pembangunan milenium dan masalah kesehatan HIV/AIDS dan Narkoba sampai saat ini masih menjangkau anak muda. Data kasus HIV/AIDS sampai Juli 2014 dari Departemen Kesehatan yaitu sebanyak 35341 penderita muda , dan rasio penderita terbanyak berada pada usia 20-29 tahun yaitu 17941 (Ditjen PPM PL DepKes RI, 2014) Data ini menunjukkan bahwa anak muda masih menjadi sasaran yang penting, karena dilihat dari sifat perkembangan dari remaja dan dewasa muda itu sendiri. Jumlah terbanyak yang dialami oleh anak muda ini disebabkan oleh adanya penggunaan melalui jarum suntik tidak steril, yang digunakan secara bersamaan oleh para pengguna narkoba kaum muda dan juga kasus  heteroseksual. Selain itu juga karena kurangnya informasi dan pemahaman kaum muda terhadap gender dan kesehatan reproduksi yang dapat menjadi pintu masuk utama dan memiliki resiko untuk terinfeksi HIV/AIDS.

Sitti Fatimah, Hilmiyah
Puskesmas Bulupoddo, Dinas Kesehatan Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan
Email : Alamat email ini dilindungi dari robot spam. Anda memerlukan Javascript yang aktif untuk melihatnya.

Abstrak

Sitti Fatimah & HilmiyahLatar belakang :  Penanggulangan HIV/ AIDS dapat dilakukan dengan memperkuat promosi kesehatan (promkes) pencegahan, memperluas konseling dan tes HIV, perawatan, dukungan dan pengobatan. Penanggulangan melalui Serosurvey dilakukan untuk menjangkau kelompok risiko tinggi terkena penularan HIV/ AIDS dan IMS  dengan tujuan peningkatan pengetahuan komprehensif dan mengetahui prevalensi penderita HIV/ AIDS. Di Kabupaten Sinjai telah dilakukan Serosurvey dilakukan pada kelompok Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP), Waria dan Nelayan. Prevalensi HIV/ AIDS di Kabupaten Sinjai  sampai Bulan Agustus Tahun 2014 3,43% kasus. Serosurvey  kembali akan dilakukan pada bulan September 2014 dengan sumber dana APBD Kabupaten Sinjai.

Yanuar Farida Wismayanti

Latar Belakang

Yanuar Farida WismayantiPerempuan muda, dengan tubuh ditutup selimut berwarna biru muda,  terbaring di salah satu ruang rawat inap khusus penderita penyakit Infeksi menular termasuk pasien HIV/AIDS di RS. Dr. Soetomo Surabaya,. Perempuan bernama Mia[1], berumur kurang lebih 38 tahun, dengan perawakan kurus, rambut dipotong pendek, dan kondisi kulit di tubuhnya yang kering, dengan bercak-bercak kehitam-hitaman, sebagian terlihat mengelupas. Hampir seminggu dia terbaring di ruang UPP (khusus pasien HIV/AIDS), akibat virus yang  HIV yang mematikan. Mia, sudah hampir 10 tahun bekerja sebagai pekerja seks, dan beberapa kali pindah lokalisasi di Kota Surabaya. Sebelumnya dia pernah menikah dan mempunyai seorang anak laki-laki, kemudian bercerai. Selang 3 tahun kemudian, dia hamil dengan salah satu kiwirnya, namun anaknya meninggal dunia karena dirinya dinyatakan positif HIV sejak tahun 2008 yang lalu. Kini, tidak ada seorang keluargapun yang peduli lagi dengan dirinya. Hampir sepuluh hari di rawat di rumah sakit, Mia dipulangkan dari Rumah Sakit, dan tepat seminggu hidup di kontrakannya di daerah Tambakasri, Mia meninggal dunia pada tanggal 7 Mei 2010.[2]

Oleh: Mira Renata

Ruang Carlo | temanteman.orgMemasuki pintu utama Ruang Carlo, deretan kursi berwarna hijau, merah, dan kuning oranye di atas lantai kayu menyambut kedatangan para tamu.  Semilir sejuk pendingin ruangan dan beberapa lukisan di dinding menenteramkan ruangan.

Pagi hari di akhir pekan itu, ruang masih sepi. Salah satu saluran TV kabel menyala di area tunggu. Tayangan tengah menampilkan artis Demi Moore dan Miley Cyrus yang bertengkar layaknya ibu dan anak. Menjelang pukul Sembilan, beberapa tamu masuk sambil bercakap riang. Mereka bertegur sapa dengan resepsionis. Seperti kantor agensi perjalanan, para staf terlihat sigap dan ramah menyambut tamu yang datang. Tak ada tamu yang berdiri kikuk atau kebingungan.

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID