Oleh: Lita Sri Andayani, SKM, MKes  (FKM USU)

Sumatera UtaraSuatu berita menggembirakan bagi pemerhati masalah HIV/AIDS di Sumatera Utara, pada pertengahan tahun 2014 ini sudah terbit Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 23 Tahun 2014 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS. Walaupun secara nasional berita ini tidaklah terlalu menonjol, karena dari seluruh propinsi di Indonesia ternyata tinggal 5 propinsi saja yang belum mempunyai Pergub Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS.

Seperti peraturan pemerintah lainnya, ada kecendrungan isi Pergub ini hampir sama dengan Pergub lainnya yang sejenis, dalam arti isinya yang secara umum hampir-hampir sama. Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Gubernur ini meliputi penanggulanggan HIV dan AIDS secara komprehensif dan berkesinambungan yang terdiri atas promosi kesehatan, pencegahan, diagnosis, pengobatan dan rehabilitasi terhadap individu, keluarga dan masyarakat.

Oleh: Siradj Okta, SH., LL.M (Unika Atma Jaya)

AIDS ConferenceKonferensi AIDS Internasional yang ke-20 (www.aids2014.org) telah berlangsung pada tanggal 20-25 Juli 2014 yang lalu di Melbourne, Australia. Konferensi tersebut merupakan wadah pertukaran pengalaman dari seluruh dunia dalam menyikapi epidemi AIDS. Topik-topik ilmiah dalam konferensi tersebut dikelompokkan dalam lima kategori (track), yaitu: Track A: Basic and Translational Research; Track B: Clinical Research; Track C: Epidemiology and Prevention Research; Track D: Social and Political Research, Law, Policy and Human Rights; Track E: Implementation Research, Economics, Systems and Synergies with other Health and Development Sectors.

Oleh: {link}{title}, M.Psi{/link}

Psikologi dan Kesehatan Jiwa | ukessays.comWHO dalam pembukaan konstitusinya mendefinisikan kesehatan sebagai suatu keadaan (state) kesejahteraan fisik, mental, dan sosial, bukan hanya tidak adanya penyakit fisik (WHO, 1948). Meskipun demikian, kesehatan jiwa adalah aspek yang sering kali terlupakan ketika membicarakan mengenai kesehatan. Secara umum, pendekatan kesehatan seringkali hanya memikirkan kesehatan fisik, yaitu tidak-adanya (absence of) penyakit yang disebabkan patogen maupun disfungsi fisik lainnya. Aspek kesejahteraan mental seringkali dilupakan dalam membicarakan kesehatan. Kalaupun dibicarakan, digunakan pendekatan biomedis, di mana kesehatan jiwa dibahas dalam tatanan pemberian pengobatan tertentu, bukan pendekatan psikologis yang mengarah pada perubahan perilaku.

Oleh: dr. Anshari Saifuddin Hasibuan

Ilustrasi | www.npr.orgPasien HIV mengalami perubahan imunologi tubuh yang kompleks. Obat yang diberikan untuk pasien HIV biasanya bermacam-macam sehingga kemungkinan untuk menimbulkan efek samping semakin besar. Efek samping yang terjadi dapat berupa reaksi hipersensitivitas obat, seperti alergi kulit (mis: urikaria) tanpa reaksi sistemik sampai reaksi alergi berat seperti Sindrom Steven Johnson (SSJ). Pasien HIV bahkan lebih besar 100 kali untuk mengalami hipersensitivitas obat daripada orang normal. Pada era awal terapi ARV insidensi timbulnya ruam kulit mencapai 50% dari pasien HIV yang mengkonsumsi obat ARV. Semua obat antiretroviral (ARV) dan obat untuk mengobati infeksi oportunistik dilaporkan dapat menyebabkan efek samping. Oleh sebab itu menentukan jenis obat yang menyebabkan reaksi hipersensitivitas adalah sebuah tantangan.

Oleh: Kurniawan Rachmadi, Laksono Trisnantoro, Samsuridjal Djauzi, Mubasysyir Hasanbasri

antiretroviral | womenshealthency.comPenggunaan ARV di Indonesia sebenarnya sudah cukup lama, yaitu sejak 1990. Hanya saja waktu itu penggunaanya masih mono terapi atau duo terapi. Penggunaan terapi tiga kombinasi obat ARV baru dapat dilaksanakan pada November 1999, ketika Pokdisus AIDS FKUI mulai melaksanakan Program Akses Diagnosis dan Terapi. Melalui program ini Pokdisus melakukan negosiasi kepada perusahaan farmasi paten (obat & reagen laboratorium). Upaya tersebut berhasil menurunkan harga obat sebayak 30% dari harga obat pada umumnya. Meskipun harganya telah berhasil diturunkan 30%, namun penggunaan ARV angkanya tidak banyak berubah. Hal ini dikarenakan untuk harganya untuk kebanyakan masyarakat Indonesia dirasakan masih sangat mahal .

Tahun 2000, India berhasil memproduksi obat ARV generic, segera setelah itu pemerintah Afrika Selatan dan Thailand membeli untuk masyarakat mereka. Juni 2001, perwakilan dari Pokdisus mengunjungi India berupaya untuk mengakses obat ARV generik. Kunjungan tersebut berhasil mendapatkan komitmen dari salah satu perusahan produsen obat ARV generik di India. September 2001, paket obat ARV generik pertama dari India sampai di Indonesia. Upaya yang dilakukan Pokdisus mendapat respons positif dari masyarakat, setelah itu penggunaan obat ARV jumlahnya terus bertambah besar.

Penelitian

Knowledge Hub

knowledgehub

knowledgehub

knowledgehub

Informasi

sejarahaids sistemkesehatan kebijakankesehatan kebijakanaids

Didukung oleh

AusAID